Menurut beleid itu, batas maksimal kumulatif defisit APBD 2017 ditetapkan sebesar 0,3% dari proyeksi PDB Tahun Anggaran 2017. Defisit APBD adalah defisit yang dibiayai pinjaman daerah. Sementara PDB adalah proyeksi yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2017.
Secara rinci PMK ini menetapkan, bahwa batas defisit APBD Tahun Anggaran 2017 ditetapkan berdasarkan kategori fiskal sebagai berikut:
- 5,25% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori sangat tinggi
- 4,25% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori tinggi
- 3,25% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori sedang
- 2,5% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori rendah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelampauan Batas Maksimal
Mengenai kemungkinan pelampauan batas maksimal defisit APBD, menurut PMK ini, harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan berdasarkan:
- Batas Maksimal Defisit APBD yang dibiayai pinjaman sebesar 0,3% dari proyeksi PDB tidak terlampaui
- Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah sebesar 0,3% dari proyeksi PDB tidak terlampaui
- Pinjaman telah disetujui untuk pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat
- Rencana pinjaman telah mendapat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri untuk pinjaman yang bersumber dari pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat
Menurut PMK ini, Pemda wajib melaporkan rencana Defisit APBD Tahun Anggaran 2017 kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebelum APBD ditetapkan.
Selain itu, Pemda juga wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
"Dalam hal Pemda tidak menyampaikan laporan pinjaman, posisi kumulatif pinjaman sebagaimana dimaksud dalam kewajiban, Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan," bunyi Pasal 12 ayat (1) PMK ini.
PMK ini juga menegaskan, bahwa Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan melakukan pemantauan terhadap Pemerintah Daerah yang menganggarkan penerimaan Pinjaman Daerah untuk membiayai defisit APBD dan/atau untuk membiayai pengeluaran pembiayaan.
Selanjutnya berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan melakukan evaluasi sebagai bahan penyusunan Peraturan Menteri Keuangan mengenai batas maksimal kumulatif defisit APBD, batas maksimal defisit APBD dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah Tahun Anggaran berikutnya. (hns/ang)











































