Tapi sebelum membuat holding BUMN pangan ini, pemerintah harus ingat bahwa dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan) telah mengamanatkan pembentukan Badan Pangan Nasional.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi, menjelaskan bahwa Badan Pangan Nasional adalah regulator untuk kebijakan di sektor pangan yang berada langsung di bawah Presiden.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Pangan Nasional harusnya sudah dibentuk sejak Oktober 2015 atau sudah molor setahun. "Ini diundangkan tahun 2012, paling lama 3 thn harus dibentuk atau Oktober 2015. Tapi sampai sekarang belum, pemerintah tidak melaksanakan UU Pangan," ucapnya.
Pembentukan holding BUMN pangan bisa disinergikan dengan Badan Pangan Nasional. Badan Pangan Nasional ada regulatornya, sedangkan operator alias pelaksana kebijakannya adalah holding BUMN pangan.
"Dalam hal holding pangan, yang harus dilakukan pemerintah adalah membentuk Badan Pangan Nasional dulu. Kalau ada rencana mau bentuk holding pangan itu sangat bagus. Tapi jangan lupa ada BPN di atasnya. Holding pangan bisa jadi operatornya," Viva menerangkan.
Pihaknya berharap nantinya holding BUMN pangan bisa mengintervensi pasar agar harga-harga pangan tak melambung tinggi sekaligus menjaga harga di tingkat petani. Dengan begitu, harga pangan bisa stabil dan terjangkau, tapi petani juga sejahtera.
"Diharapkan dampaknya bisa mempengaruhi struktur pasar pangan dan kesejahteraan petani. Sesuai UU, pemerintah harus mengendalikan harga dan menjamin ketersediaan pangan," tutupnya.
Posisi Kementerian BUMN
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, membeberkan bahwa sebenarnya pembentukan holding BUMN sudah direncanakan lama sekali sejak belasan tahun lalu.
Bahkan menurut rencana awalnya, semua holding selesai dibentuk tahun 2014. Bersamaan dengan rampungnya penggabungan-penggabungan BUMN strategis itu, Kementerian BUMN harus dibubarkan.
"Holding BUMN ini rencana lama. Dulu saya rencanakan dengan menteri BUMN saat itu, tahun 2014 Kementerian BUMN harus sudah bubar," kata Said Didu dalam diskusi tersebut.
Said mengungkapkan, sebenarnya Kementerian BUMN justru dapat menjadi penghambat ketika perusahaan-perusahaan milik negara sudah menjadi sangat besar dan mandiri.
Sebab, Kementerian BUMN membuat kebijakan yang diambil korporasi negara menjadi birokratis. Kementerian ini juga bisa menjadi pintu masuk untuk mengintervensi korporasi.
"Kementerian BUMN membirokratiskan BUMN dan jadi pintu masuk mengintervensi korporasi," tuturnya.
Maka peran Kementerian BUMN harus digantikan oleh Super Holding. Direktur Utama Super Holding menggeser peran Menteri BUMN. "Dirut super holding itu nantinya setara menteri, bagian dari kabinet, seperti Jaksa Agung atau Panglima TNI," ujar Said.
Di berbagai negara, sambungnya, Kementerian BUMN sudah tidak ada. Hanya Indonesia yang masih memiliki Menteri BUMN. Bahkan China saja tidak punya Menteri BUMN.
"Satu-satunya negara yang punya menteri BUMN hanya Indonesia. China pun tidak punya," tutupnya. (hns/hns)











































