Temui Luhut, Nelayan Mengeluh Dilarang Susi Pakai Cantrang

Temui Luhut, Nelayan Mengeluh Dilarang Susi Pakai Cantrang

Michael Agustinus - detikFinance
Senin, 19 Sep 2016 14:00 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Kantor Kemenko Kemaritiman di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, siang ini digeruduk oleh asosiasi-asosiasi pengusaha perikanan dan para nelayan dari berbagai daerah.

Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, menuturkan mereka datang untuk menyampaikan aspirasi untuk kebijakan di sektor perikanan.

Kepada Luhut, para nelayan mengeluhkan aturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, soal larangan penggunaan alat tangkap cantrang. Mereka meminta adanya solusi. Bila cantrang dilarang, maka harus ada alat tangkap pengganti untuk mereka menangkap ikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tadi kita undang asosiasi-asosiasi, dari Jawa Tengah datang 3 bus. Mereka menyampaikan keluh kesah mereka tentang industri perikanan. Tapi saya kira yang dibuat Ibu Susi untuk memberantas illegal fishing itu sudah baik. Tinggal sekarang mereka minta bisa melaut lagi. Mereka mengatakan moratoriumnya kan selesai Januari, hampir 2 tahun, sekarang mau ngapain," kata Luhut, usai rapat di Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Senin (19/9/2016).

Menurut para nelayan, kebijakan ini menimbulkan banyak pengangguran. Di berbagai daerah, nelayan tak bisa melaut karena cantrang dilarang. Luhut berjanji mencarikan solusi.

"Tadi dari Bali mengatakan 7.000 pegawai mereka sudah layoff (PHK), di Bitung, Pati, Tegal, Muara Baru, Merauke, Sorong, semua menyampaikan juga begitu. Kita mencari solusinya," tukas Luhut.

Luhut berjanji akan segera mengundang Susi ke kantornya untuk membicarakan masalah ini. "Saya mendengarkan saja. Nanti kami akan kumpul dengan Ibu Susi setelah beliau kembali dari Amerika Serikat untuk mencari solusinya karena nggak bisa dibiarkan begini terus," ujarnya.

Selain membahas masalah cantrang, Luhut, para pengusaha perikanan, dan nelayan sepakat melawan illegal fishing, menjaga kelestarian lingkungan, dan juga membayar kewajiban pajak.

"Mereka bersepakat bersama-sama pemerintah melawan illegal fishing. Kedua, mereka mampu melakukan ikan di laut dalam kalau diberi izin kapal di atas 400 GT, mereka bisa. Mereka juga sepakat akan memelihara lingkungan, jangan sampai over fishing. Mereka juga sepakat bayar pajak karena saya kritik kecil juga pajak dari mereka," tutupnya. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads