Pemerintah akan Rombak 6 Aturan Soal Dana Repatriasi Tax Amnesty

Pemerintah akan Rombak 6 Aturan Soal Dana Repatriasi Tax Amnesty

Yulida Medistiara - detikFinance
Rabu, 21 Sep 2016 19:34 WIB
Pemerintah akan Rombak 6 Aturan Soal Dana Repatriasi Tax Amnesty
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Pemerintah akan merelaksasi aturan terkait Undang-undang Tax Amnesty alias pengampunan pajak. Ada 6 hal yang jadi poin utama dalam relaksasi ini.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, mengatakan penyempurnaan aturan ini ada dalam 3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Pertama, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak.

Lalu PMK No 122 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Investasi di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terakhir, PMK No 123 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119 Tahun 2016.

"Kami melakukan beberapa update peraturan atau regulasi yang telah ada dan terkait UU Pengampunan Pajak. Ada 6 poin yang kami sempurnakan," katanya di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2016).

Pertama, kata Robert, terkait dengan harta yang direpatriasi. Pada aturan lama harta itu harus berbentuk dana. Pada aturan yang disempurnakan, repatriasi bisa dilakukan dalam bentuk aset.

"Bisa dalam bentuk investasi global bonds, global sukuk di pasar internasional yang diterbitkan baik oleh pemerintah RI atau emiten indonesia, yang pembeliannya dilakukan oleh kustodian di luar wilayah NKRI. Repatriasi mengalihkan ke kustodian bank investasi yang sebagai gateway (pintu masuk) di Indonesia," katanya.

Kedua, menyangkut perlakuan harta. Dalam aturan baru, harta wajib pajak (WP) yang dibawa ke dalam negeri setelah 31 Desember 2015 dan disertakan dalam tax amnesty maka akan dianggap deklarasi dalam negeri.

"Misalnya masuk setelah 31 Desember itu bisa dianggap deklarasi dalam negeri. Namun kalau hartanya dibawa setelah UU-nya berlaku, maka tetap harus repatriasi," katanya.

Ketiga, lanjut Robert, mengenai repatrasi bertahap. Pada aturan yang lama ini belum diatur soal repatriasi bertahap, dan sekarang akan disempurnakan.

"Repatriasi berupa dana bisa dilakukan secara bertahap, perhitungan jangka waktu investasi di NKRI itu sehingga argonya yang 3 tahun itu dihitung sejak repatriasi bulan yang tercantum surat bulanan yang disetor wajib pajak ke rekening khusus," katanya.

Ia memberi contoh, jika ada WP yang hendak merepatriasi harta Rp 1.000 di bulan Agustus, maka jangka waktu 3 tahun terhitung mulai Agustus.

"Misalnya Agustus Rp 100 dulu, September Rp 500, kemudian Oktober lanjut terus sampai total Rp 1.000, maka perhitungan jangka waktu 3 tahun tetap dimulai dari Agustus," jelasnya.

Keempat, terkait pengaturan investasi di sektor riil berdasarkan prioritas pemerintah. Selama ini, ada keraguan di WP yang ingin merepatriasi dananya untuk masuk menjadi saham di perusahaannya sendiri sebagai penyertaan modal.

"Jadi misalnya ada WP yang menggunakan dana repatriasi untuk jadi penyertaan modal di perusahaan sendiri, setelah jadi modal maka penggunaan dana itu sendiri tidak diatur. Bagaimana uang itu digunakan perusahaan ya terserah saja. Sahamnya saja yang akan diawasi oleh gateway," kata Robert.

Kelima, lanjut Robert, mengenai dana repatriasi yang dijadikan jaminan untuk kredit. Dalam aturan baru ini, jika WP gagal bayar atas kreditnya, maka dana repatriasi yang jadi jaminan bisa dicairkan kapan saja untuk menutupi kredit tersebut.

"jadi sebetulnya tidak diatur, di aturan yang ada kita akan upayakan mengatur WP gagal bayar itu, bisa dicairkan di bank itu. Jadi uang repatriasi bisa langsung dicairkan sepanjang itu yang dipakai sebagai jaminan," jelasnya.

Kemudian yang terakhir, mengenai penarikan keuntungan dari investasi hasil repatriasi. Investasi ini harus dikunci selama 3 tahun di dalam negeri, namun hasil investasinya bisa dicairkan.

Untuk investasi saham, keuntungan bisa ditarik setelah satu tahun. Hal ini dilakukan supaya harga saham tidak bergejolak jika keuntungan diambil setiap saat.

"Kalau investasi deposito atau obligasi atau penghasilannya bisa bulanan berbentuk kupon, kalau misalnya diambil enggak ada risiko terhadap pokoknya. Jadi aturan yang baru mengatakan keuntungan dalam rangka investasi tersebut dapat ditarik sewaktu-waktu," ujarnya.

"Ini belum keluar PMK-nya. Ini saya mau mengatakan rencana penyempurnaan. Mudah-mudahan rencana ini bisa mengklarifikasi beberapa keraguan para WP semoga bisa dimanfaatkan," ujarnya. (ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads