Menurutnya, karena sulit memperoleh akses keuangan dari lembaga keuangan yang resmi, masyarakat seringkali terjebak oleh sumber pembiayaan dari rentenir yang biaya pengembaliannya mahal dan tidak efisien.
"Jadi kalau kita berurusan dengan tengkulak atau rentenir, biasanya akses mudah tapi harganya mahal. Tetapi kita mau lawan itu, aksesnya mudah, harganya juga murah," ujar dia saat meresmikan kantor OJK Provinsi Sulawesi Tengah di Palu, Sulteng, Kamis (22/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini harus bekerjasama. Saya berharap ini bisa dilakukan dan OJK serta lembaga terkait lainnya bisa membantu mencarikan upaya-upaya terobosan agar akses keuangan bisa kita capai. Akses bisa kita sederhanakan, tapi juga harganya bisa lebih murah," sambung dia.
Guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas di daerah, OJK juga membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan institusi terkait lainnya sebagai penyebaran untuk memacu literasi dan inklusi keuangan daerah.
Seperti hari ini, OJK bersama dengan Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengukuhkan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Provinsi Sulawesi Tengah.
Pembentukan TPAKD dimaksudkan untuk menggali potensi ekonomi daerah yang dapat dikembangkan dengan menggunakan produk layanan jasa keuangan, serta mendorong optimalisasi potensi sumber dana daerah seperti pengembangan UMKM, usaha rintisan hingga pembiayaan pembangunan sektor prioritas.
"Tidak punya agunan saja menjadikan seseorang seperti tidak tersentuh oleh layanan keuangan. Jangan-jangan tidak tersentuh karena pengetahuan yang kurang. Atau ada regulasi pemda yang membuat itu terjadi. Jadi kita coba teliti agar tidak ada hambatan terutama kepada masyarakat produktif, supaya dibukakan aksesnya kepada layanan jasa keuangan," ujar dia
Akses keuangan menjadi sangat penting dan kemudian menjadi salah satu program pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Kesenjangan ekonomi yang ada di daerah diharapkan bisa dijembatani dengan hadirnya TPAKD, sama seperti Tim Pengendali Inflasi di daerah.
"Di beberapa negara, mendekatkan layanan keuangan bagi masyarakat, ini bisa jadi alat untuk pengentasan kemiskinan. Sama pentingnya seperti akses kepada pendidikan, air bersih. Ini jadi akses dasar yang harus diperbaiki," tandasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan hasil survei yang dilakukan OJK tahun 2013, tingkat literasi keuangan di Sulawesi Tengah hanya sekitar 15%, yang artinya hanya hanya 15 dari 100 penduduk yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan terhadap produk dan layanan jasa keuangan.
Adapun tingkat inklusi keuangan di Sulawesi Tengah baru mencapai 35%, yang artinya hanya 35 dari 100 penduduk yang memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan. Dalam hal ini, sebagian besar masih didominasi sektor perbankan. (dna/dna)