Kepala Kantor Wilayah Pajak Jakarta Pusat, Wahyu Tumakaka, mengungkapkan beberapa masyarakat belum bisa membayar tebusan lantaran asetnya bernilai besar namun dalam bentuk harta tak bergerak seperti tanah.
Kendati demikian, menurutnya, kondisi tersebut bisa disiasati dengan melaporkan harta dengan penilaian harta tak terlampau tinggi, sehingga uang tebusan tax amnesty bisa lebih rendah. Hal ini lantaran penilaian aset diserahkan sepenuhnya kepada wajib pajak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misal harga tanah Rp 1 miliar, nilai pakai terbuka, tanahnya saya nilai Rp 15 juta nggak masalah," imbuhnya.
Dengan penilaian sendiri atas aset yang dilaporkan, tarif tebusannya pun ditentukan sendiri oleh wajib pajak.
Namun, sambungnya, jika wajib pajak menilai terlalu rendah hartanya dari selisih harga wajarnya, maka akan dampaknya akan dikenakan pajak final yang lebih tinggi saat aset tersebut dijual. Karena selisih harga jual dan nilai aset yang dilaporkan juga tinggi.
"Masalahnya kalau saya pakai nilai Rp 15 juta untuk tanah saya, padahal harga wajarnya Rp 1 miliar, nanti pajak finalnya gede. Silakan tentukan nilai asetnya sendiri, harga wajarnya berapa, tergantung hati nurani wajib pajak," ujar Wahyu.
Dia melanjutkan, masalah pelaporan aset lain yang masih membingungkan wajib pajak dalam keikusertaan tax amnesty, yakni harta yang masih dalam status sengketa.
"Tanah masih dalam sengketa jangan dilaporkan. Pokoknya harta yang dilaporkan di tax amnesty itu yang diakui miliknya, kalau diakui masih ada sengketa ya jangan laporkan," pungkasnya. (ang/ang)











































