Akan tetapi, hingga sekarang dana repatriasi dari Singapura masih cenderung kecil.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa data tersebut berasal dari survei lembaga riset Internasional, McKinsey. Meski ada verifikasi lebih lanjut ke beberapa sumber informasi pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Undang-undang memberikan peluang antara repatriasi atau tidak. Bahwa pemerintah menginginkan repatriasi lebih, tapi UU memberikan opsi dengan memilih antara rate dalam negeri," terang Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Hal ini juga mempertimbangkan harta tersebut yang terbagi atas jenis aset maupun uang tunai. Aset seperti properti dan sebagainya. "Karena bisa saja harta itu dalam bentuk fix asset yang tidak bisa kembali, atau afiliasi perusahaan yang memang harus dijaga di sana," imbuhnya.
Bila memang peruntukkan bisnis, menurut Sri Mulyani tidak ada permasalahan diletakkan di luar negeri. Hal tersebut merupakan hak dari wajib pajak.
"Kita tidak ingin hanya menguntungkan satu pihak. Kalaupun harta tetap di luar untuk keperluan bisnis, silakan dideclare," ungkapnya.
Walaupun pemerintah sangat membutuhkan banyak dana di dalam negeri, untuk mendorong pembangunan dan perputaran roda ekonomi yang lebih cepat.
"Kami mengharapkan kebutuhan ekonomi Indonesia, untuk mengurangi kemiskinan, kami butuh sumber daya makin besar, potensi Indonesia bisa dikembangkan apalagi untuk pengusaha yang piawai," terang Sri Mulyani. (mkl/hns)











































