"Angka hasil Rp 3.620 triliun di periode I cukup membangun basis perpajakan di Indonesia. Dengan adanya program tax amnesty wajib pajak melaporkan adanya aset yang dia miliki secara suka rela melaporkan sebesar Rp 3.620 triliun itu dalam bentuk properti, emas, perhiasan, termasuk kavling tanah, dan sebagainya," ujar Direktur Perpajakan Internasional, John Hutagaol, dalam diskusi tax amnesty di MarkPlus Inc, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2016).
Maksud dari basis perpajakan itu, dapat digunakan untuk menyempurnakan pajak untuk pembangunan dan database Ditjen Pajak. Hal itu karena dapat menjamin kesinambungan penerimaan pajak karena pajak berkontribusi terhadap penerimaan APBN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penerimaan pajak sebagai penopang APBN menurut John sangat tergantung pada masyarakat. Apabila kesadarannya tinggi maka penerimaan pajak akan tinggi. Sehingga akan berdampak kepada pembangunan Indonesia.
"Penerimaan pajak itu sangat tergantung kita sendiri karena pajak itu dari kita untuk kita, kalau kita peduli negara kita, pembangunan kita, kita harus memenuhi kewajiban kita," ujar John.
Ia mengatakan selama ini WNI memiliki 2 kewajiban, yaitu membela negara dan membayar pajak. Saat ini yang paling harus dibuktikan adalah membayar pajak karena itu berkontribusi langsung pada penerimaan negara.
"Setiap WNI punya 2 kewajiban, yang pertama bela negara dan 2 bayar pajak. Jelas Pak, Anda cek sendiri UUD 1945, zaman sekarang tentu kewajiban membayar pajak itu lah yang harus buktikan, dilaksanakan supaya bukti kepada negara," ungkap John. (hns/hns)











































