Untuk itu, pemerintah menjaring pihak swasta dan BUMN untuk terlibat dalam proyek tersebut.
"Kita berusaha untuk menyelesaikan masalah tidak sendiri. Karena memang gap kebutuhan untuk pembiayaan itu sangat tinggi, dana yang kita miliki tidak lebih dari 30%. Oleh karenanya, kesertaan dari swasta itu penting sekali," ujar Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, dalam acara forum diskusi publik sektor transportasi di Gedung UOB Plaza, Jakarta, Senin (10/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahap awal kita akan menswastanisasi kurang lebih 6 bandara dan 22 pelabuhan yang kita undang baik itu BUMN dan swasta untuk bersama-sama mengelola. Ini supaya ruang, waktu dan personalia dari Kemenhub kita gunakan untuk daerah-daerah jauh terpencil yang belum terlayani. Seperti di Miangas, dan Sibolga," ujar dia.
Menurut dia, baik pelabuhan maupun bandara jika berpotensi mendatangkan keuntungan bagi negara bisa dikelola oleh operator BUMN seperti Pelindo maupun Angkasa Pura. Syaratnya, status pelabuhan atau bandara yang menjadi milik negara harus diubah dari Badan layanan Umum menjadi komersial.
"Tentu ada skemanya. Artinya, bisa saja dikerjasamakan dengan sistem bagi hasil atau sewa," tandasnya.
Berdasarkan data yang diterima dari Kementerian Perhubungan, ada 14 lokasi pelabuhan yang siap dilakukan kerja sama pemanfaatan, diantaranya di Aceh, Gunung Sitoli, Kalimantan Barat, Sumbawa, NTB, Bima, NTT, Kendari, Sorong, Bitung, Manokwari, Jayapura, Agats, dan Tobelo.
Sedangkan untuk bandara yang diusulkan kerja sama pemanfaatan, diantaranya :
1. Bandara Samarinda Baru di Samarinda
2. Bandara Hanandjoedin di Tanjung Pandan, Belitung
3. Bandara Kalimarau di Berau
4. Bandara Radin Inten II di Lampung
5. Bandara Juwata di Tarakan (hns/hns)











































