Demikian diungkapkan Darussalam, Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) kepada detikFinance, Selasa (11/10/2016).
"Persoalan ini tidak hanya soal pemerintah lawan Google, tapi rakyat lawan Google. Jadi diperluas. Jadi libatkan parlemen. Ini bisa DPR panggil Google," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya, Ia mengatakan bahwa Google memang secara hukum nggak salah, cuma anda tidak bermoral," kata Darussalam menyampaikan kutipan pertanyaan dari Hodge.
Google menjadi kebutuhan untuk rakyat di era sekarang. Akan tetapi, bila rakyat ikut meluapkan kemarahan, maka bisa saja Google tidak digunakan lagi. Masih banyak produk serupa yang tersedia.
"Ini menyangkut reputasi Google di Inggris dan negara manapun termasuk Indonesia. Mereka pasti lebih takut reputasi dipertanyakan dari harus menjalankan ketetapan soal pajak," terangnya.
"Karena kalau reputasi jelek itu nggak ada yang mau berbisnis lagi dengan Google dan masyarakat berani melakukan gerakan boikot untuk tidak lagi menggunakan Google," papar Darussalam.
Efek ke depannya, kata Darussalam, pasti akan lebih besar. Di samping pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan tetap menjalankan proses hukum sesuai dengan ketentuan.
"Ini efeknya akan besar dan Google pasti mau untuk membayar pajak," tandasnya. (mkl/drk)











































