UU tersebut dijadikan senjata oleh pemda untuk menerbitkan berbagai perizinan sesuai keinginan mereka.
"Kita menyadari dampak UU 23/2014 tentang otonomi daerah yang diterjemahkan secara berlebihan. Banyak perda yang sudah dicabut (untuk penyederhanaan perizinan) malah muncul SK gubernur dan SK bupati baru," kata Enggar di sela acara Trade Expo Indonesia (TEI) ke-31 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (13/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih mendatangkan pemasukan yang besar bagi daerah yang bersangkutan, banyaknya aturan dan perizinan membuat investor alergi dan enggan membenamkan dananya ke daerah.
Akibatnya, daerah tersebut semakin ditinggalkan investor yang membuat daerah tersebut semakin jauh dari pembangunan.
Hal inilah yang menjadi perhatian pemerintah pusat untuk segera ditangani agar iklim investasi di daerah lebih baik.
"Ini ada beberapa langkah yang akan kami lakukan. Pertama adalah me-review berbagai peraturan di pusat yang tidak multi implementatif (tidak bisa diberlakukan pukul rata)," kata dia.
"Kedua, pemerintah akan menggunakan instrumen anggaran untuk menekan aturan (menekan pemda agar tidak menerbitkan aturan baru). Sekarang kita lakukan pendekatan dan imbauan. Dan ini tidak bisa instan," pungkas dia. (dna/dna)











































