"Waktu itu kami langsung ke Makassar, Pontianak, Semarang, Bandung, Jogjakarta, dan Medan," ujar dia dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis (13/10/2016).
KPPU kemudian melakukan proses monitoring ke daerah. Dan dalam proses monitoring, KPPU menemukan indikasi yang mengarah ke praktek kartel atau persekongkolan antar pelaku usaha, yang secara sengaja membatasi pasokan ke pasar melalui proses afkir dini, yang membuat harga day old chicken (DOC) menjadi mahal di pasar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"DOC langka dan terbatas. Bahkan beberapa peternak mandiri tidak mendapat pasokan DOC. Kalaupun ada pasokan DOC yang didapat dari mereka, kualitasnya bukan DOC kualitas pertama, tetapi ke dua. Implikasinya adalah mereka butuh biaya untuk membesarkan DOC yang lebih mahal. Karena DOC kualitas nomor dua membutuhkan pakan yang lebih banyak, membutuhkan vaksin yang lebih banyak, membutuhkan penanganan yang lebih intensif dibandingkan DOC kualitas nomor satu," ujar dia.
Sebelum KPPU memutuskan untuk memperkarakan 12 perusahaan perunggasan ini, Syarkawi mengaku pihaknya telah berdiskusi dengan beberapa ahli dan peternak. Baik mandiri maupun beberapa peternak yang juga produsen DOC. Lalu KPPU menemukan, adanya kenaikan harga DOC pada saat itu.
"Ongkos memproduksi satu unit DOC paling mahal sekitar Rp 3.800-Rp 4.000/DOC. Tetapi waktu itu harga DOC yang ditemukan di lapangan sudah sekitar Rp 5.000 atau bahkan di atas Rp 6.000/DOC," jelas dia.
Berdasarkan penyelidikan, investigator akhirnya menemukan setidaknya dua alat bukti yang cukup untuk membawa 12 perusahaan unggas ini masuk ke proses persidangan.
Akhirnya dalam gelar laporan yang dilakukan, setelah melakukan diskusi panjang, KPPU menetapkan 12 perusahaan sebagai terlapor atau tersangka dalam kaitan dugaan kartel afkir dini terhadap parent stock yang menyebabkan harga DOC naik, dan harga pasokan DOC menjadi berkurang.
Syarkawi berujar, setidaknya ada kerugian sebanyak Rp 224 miliar yang dirasakan dengan dilakukannya afkir dini ini. Angka ini datang dengan perhitungan, apabila 1 ekor parent stock bisa menghasilkan 32 DOC, maka dengan pemusnahan 2 juta DOC, berarti ada sekitar 64 juta ekor DOC yang tidak masuk ke pasaran karena adanya afkir dini.
"Dari sisi kerugian, bisa mencapai Rp 224 miliar pada tahun 2015. Ini angka yang lumayan besar," tukasnya. (dna/dna)











































