Charoen Pokphand dan Japfa Didenda Rp 25 M, KPPU: Harusnya Lebih Besar

Charoen Pokphand dan Japfa Didenda Rp 25 M, KPPU: Harusnya Lebih Besar

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Kamis, 13 Okt 2016 20:50 WIB
Foto: detikcom/Reno Hastukrisnapati Widarto
Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi Rauf mengatakan, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk seharusnya mendapatkan denda yang lebih besar dari yang diputuskan oleh majelis pada putusan perkara kartel unggas hari ini.

Pasalnya, kedua perusahaan ini terbukti melakukanafkir dini dengan porsi yang paling besar dari 10 perusahaan terlapor lainnya.

"Charoen Pokphand dan Japfa Comfeed menguasai 70% industri perunggasan kita. Sehingga dalam proses afkir dini kemarin, 2 perusahaan ini yang memiliki porsi paling besar," ujar dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (13/10/2016).

Namun demikian, peraturan di dalam Undang-Undang yang kemudian membuat jumlah denda ini terbatas hanya di angka Rp 25 miliar.

"Salah satu pertimbangan majelis mengenakan denda Rp 25 miliar karena di Undang-Undang kita, kita dibatasi sampai Rp 25 miliar. Harusnya berdasarkan hitung-hitungan majelis komisi, harusnya besaran denda bisa lebih dari Rp 25 miliar, cuma karena UU kita dibatasi sampai Rp 25 miliar, besaran yang sama. Meskipun dalam proses afkir dini berbeda-beda prosesnya. Tapi karena UU membatasi kita, makanya jadi Rp 25 miliar," katanya.

Sementara itu, PT Japfa Comfeed Indonesia melalui kuasa hukumnya, Eri Hertiawan mengatakan heran akan keputusan dari Majelis Persidangan. Pasalnya putusan tersebut tidak mempertimbangkan keterangan sejumlah saksi, terutama saksi ahli. Ia mengatakan, pelaksanaan afkir dini sejatinya hanya menjalankan dan tunduk pada instruksi pemerintah.

"KPPU telah salah mengartikan instruksi pejabat negara tersebut yang pada hakekatnya adalah suatu perbuatan bersama dan sama sekali bukan kesepakatan," ujarnya dalam keterangan resminya hari ini.

Lanjut dia, PT Japfa Comfeed sebagai perusahaan publik, tidak mungkin melalukan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Pasalnya, hal ini dapat membunuh bisnis perusahaan.

"Klien kami adalah perusahaan publik yang tercatat di bursa saham, yang transparan serta tunduk dan menjunjung tinggi hukum. Sementara putusan KPPU menganggap Japfa telah melanggar hukum yang mana putusan ini tidak bisa diterima," sebutnya.

"Karena itu sudah menjadi hak Japfa yang dijamin oleh hukum untuk mengajukan keberatan atas putusan ini," pungkasnya. (dna/dna)

Hide Ads