"Isu yang dikembangkan Google, jangan sampai terbentuk BUT di negara Indonesia. Di mana itu suatu syarat dan ambang batas negara bisa mengenai pajak. Apabila ada BUT, maka laba yang dialokasikan kepada BUT tersebut adalah minimal. Google melakukannya dengan cara pertama dia jangan sampai saya hadir secara fisik di Indonesia," kata Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center, di Hotel Atria, Malang, Jumat (14/10/2016).
Danny mengatakan Google melakukan strategi penghindaran pajak dengan cara tax planning. Metode tax planning yang dilakukan oleh Google adalah dengan pemanfaatan syarat physical presence.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan klasifikasi itu, itu tidak dapat dikategorikan sebagai BUT. Fungsi apa? Menurut Google marketing supporting sehingga kalau pun Google hadir melalui representative office, Indonesia cannot justify Google sebagai BUT (bentuk usaha tetap) di Indonesia," kata Danny.
Hal itu karena kontrak dilakukan secara online, begitu juga dengan pembayaran atas jasa yang diberikan. Sehingga bila tidak mendirikan Bentuk Usaha Tetap (BUT), maka negara akan kesulitan untuk mengejar pajak perusahaan tersebut.
"Google merasa di Indonesia tidak ada BUT karena pertama Google marasa tidak hadir secara fisik, dan kalau dituduh memiliki BUT keagenan, faktanya kontrak langsung antara konsumen langsung dengan Singapura," ujar Danny.
Ia mengatakan jika Google harus membentuk BUT di negara sumber penghasilan seperti Indonesia, Google hanya memberikan fungsi marketing saja yang dianggap tidak penting karena bisa melakukan transaksi kontrak secara online dengan konsumen. Serta jika harus dikenakan pajak, maka Google tidak akan terkena tarif besar.
"Google menganggap marketing support adalah fungsi yang tidak penting sehingga dalam konteks pricing dia hanya dikenai cost dan komisi, 8% saja nggak ada masalah," imbuh Danny. (ang/ang)