Indonesia Bisa Tiru Inggris Tundukkan Google Soal Pajak

Indonesia Bisa Tiru Inggris Tundukkan Google Soal Pajak

Yulida Medistiara - detikFinance
Jumat, 14 Okt 2016 13:22 WIB
Foto: Andhika Akbarayansyah
Malang - Pemerintah sedang mengincar Google Asia Pasific Pte Ltd karena selama ini belum membayar pajak. Indonesia bisa mencontoh Inggris untuk menundukan Google karena Inggris berhasil menarik pajaknya.

Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center mengatakan, Indonesia bisa meniru Inggris melakukan pendekatan kepada Google. Selama ini modus Google di negara-negara sumber pendapatan adalah tidak mendirikan BUT (Bentuk Usaha Tetap), tetapi Inggris bisa melakukannya karena menagih dengan sangat agresif.

"Strategi Machiavelli untuk memajaki Google , kalau mereka lakukan aggressive tax planning harusnya juga kita secara agresif. Jadi ya harus di lawan," ujar Darussalam, di Hotel Atria, Malang, Jumat (14/10/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mencontohkan, saat itu DPR inggris memanggil Google dan menyerang Google dengan pertanyaan-pertanyaan yang memojokan Google. Parlemen Inggris mengatakan Google sebagai perusahaan yang tidak miliki moral karena dituduh melakukan penghindaran pajak.

Dengan demikian strategi yang digunakan adalah menyerang reputasi perusahaan. Selain itu pemberitaan mengenai hal ini juga masif yang memberikan konfirmasi kepada masyarakat bahwa Google melakukan penghindaran pajak.

"Public Accounts Committe Inggris, Margaret Hodge sangking jengkelnya bilang aksi kalian itu bukan illegal tapi tidak bermoral. Jadi yang di serang adalah reputasi yang diserang karena tidak bermoral," ujar Darussalam.

"Jadi kalau kita tiru Inggris, ini bukan DJP lawan Google tapi rakyat melalui DPR," imbuh Darussalam.

Pemerintah Inggris juga menerapkan jenis pajak baru bukan Pph, khusus untuk menagih pajak bagi perusahaan Over The Top (OTT) seperti Google. Pemerintah Inggris menerapkan tarif 25% lebih besar daripada tarif normal kepada perusahaan tersebut yang berlaku pada 2 situasi, yaitu saat mengalihkannya ke negara lain yang disebut section 80 charge (payment lacking substance) dan section 86 charge (avoided pe).

"Cotohnya Inggris aturan pajak yang baru itu lebih tinggi, 20% vs 25% itu boleh diterapkan apabila pajak di negara penghasilan dialihkan sama atau lebih kecil dari beban pajak itunganya 80% dikali beban pajak negara sumber. Kalau di negara sumber 20% kalau dialihkan ke negara lain yang 16% itu dia kena aturan itu yang lebih tinggi," kata Darussalam.

Dengan sistem aturan pajak yang baru tersebut mengenakan pajak lebih tinggi kepada perusahaan OTT. Sehingga yang tadinya misal Google tidak mau membangun BUT akan membangun BUT dengan aturan yang baru itu karena ada tarif yang lebih tinggi. Dia berharap Indonesia membuat aturan baru terkait hal ini. (ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads