Ketua Umum Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia (AACI), Dadi Sudiana mengungkapkan, labilnya bahan pokok yang sering menyumbang tingginya angka inflasi ini lantaran persoalan klasik, yakni pasokan yang tak stabil dan rantai pasok yang terlalu panjang.
"Masalah puluhan tahun dan sangat klasik. Ketika harga tinggi petani tak banyak menikmati, ketika banyak panen pada Maret, selalu petani yang menderita karena harga turun drastis," kata Dadi kepada detikFinance, Minggu (23/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, ketimbang melakukan pasar murah terus-menerus, lebih baik pemerintah melakukan pengaturan pola tanam pada petani secara masif di sentra-sentra cabai seperti Garut, Cianjur, Bandung, dan Bogor.
"Harga turun drastis pas panen. Tugasnya Menteri Pertanian dong atur pola tanamnya. Selama ini programnya nanggung, belum terarah," kata Dadi yang rutin menyuplai cabai dari Cipanas ini.
Selain itu, masalah rantai pasok juga belum juga terselesaikan sejak puluhan tahun. Dia menyebut, setidaknya ada 5-6 pedagang perantara dalam tata niaga cabai dari tangan petani hingga sampai ke tangan konsumen.
Foto: Agus Setyadi |
"Yang pasti masalahnya itu-itu saja dari dulu (rantai pasok). Siapa bilang jalan dari Garut ke Jakarta susah? Lah dari dulu juga seperti itu. Sebabnya karena kepanjangan, ada 5-6 rantai," ucap Dadi.
"Coba bayangkan, dari petani dijual ke bakul, bakul ke pengumpul, dijual lagi ke pengumpul besar. Setelah dijual lagi ke bandar, kemudian di lapak-lapak pasar induk. Baru sampai di pedagang eceran yang kecil-kecil," tambahnya.
Sering Hujan
Harga cabai dalam beberapa hari belakangan ini sedang tinggi-tingginya. Di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur contohnya, harga cabai merah keriting dibanderol di atas Rp 60.000/kg. Padahal sebelumnya dijual Rp 40.000/kg.
Direktur Budidaya dan Pasca Panen Sayuran Kementerian Pertanian (Kementan), Yanuardi mengatakan, penyebab meroketnya harga cabai terjadi lantaran intensitas curah hujan meningkat, sehingga berimbas pada merosotnya pasokan cabai dari petani.
"Lebih karena pengaruh cuaca. Sekarang ada La Nina, jadi lebih sering hujan. Kalau hujan banyak cabai membusuk, panen jadi telat. Selain itu pas hujan kan petani enggak ke sawah. Jadi karena faktor cuaca," terang Yanuardi.
"Karena hujan banyak bunga tanaman cabai rontok, selain itu juga intensitas serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) pasti naik," tambahnya.
Menurut Yanuardi, sifat tanaman cabai yang tak bertahan lama membuat komoditas tersebut jadi salah satu yang sulit dikendalikan.
"Kalau basah, sehari saja bisa sudah membusuk. Sementara kebutuhan setiap hari ada terus, tapi pasokannya bisa berkurang karena ada faktor cuaca, akhirnya harganya naik tinggi," ujar dia.
Diungkapkannya, faktor penjangnya rantai pasok juga berkontribusi pada mahalnya harga cabai ketika sampai di konsumen. Selain menggelar operasi pasar, Kementan pun sudah berupaya memotong rantai pasok dengan menjalin kerjasama lewat skema avalis.
"Kita coba dengan gandeng avalis-avalis. Di mana kita coba fasilitasi avalis agar bisa menjual langsung. Avalis ini pelaku juga yang kerja sama dengan petani, di mana avalis juga berasal dari kelompok-kelompok tani. Operasi pasar juga kita masih terus lakukan," jelas Yanuardi.
Berita di Televisi Juga Bikin Harga Cabai Sering Naik
Yanuardi mengatakan, banyak faktor yang jadi penyebab labilnya komoditas pedas tersebut. Selain faktor cuaca dan rantai pasok, psikologi dari pemberitaan televisi juga turut berkontribusi pada kenaikan harga cabai.
"Selain cuaca dan tata niaga, berita di televisi kan juga ikut kontribusi. Coba saja tanya sama petani di Cianjur. Patokan mereka selalu pasar induk dan pasar di Jakarta, kalau mereka lihat di televisi harga cabai naik, mereka tentu ikut naikkan harga juga," jelasnya.
Sebab lain harga cabai yang fluktuatif, kata Yanuardi, yakni kebiasaan perilaku pedagang yang enggan menurunkan harga cabai yang naik saat pasokan sudah normal kembali.
"Pedagang itu punya kebiasaan kalau harga sudah terlanjur naik, turunnya susah atau turunnya sedikit. Padahal pasokan sudah melimpah, ini yang coba perbaiki dengan mengatur pola tanam di petani. Harga naik tinggi selalu pas curah hujan naik," ungkap dia.
Kampanye Tanam Cabai di Rumah
Sudah banyak cara ditempuh Kementerian Pertanian (Kementan) 'menjinakkan' harga cabai yang sangat fluktuatif. Cara paling sering dilakukan yakni lewat operasi pasar murah di sejumlah titik.
Yanuardi mengatakan, salah satu strategi baru yang dilakukan yakni dengan kampanye tanam cabai di rumah yang baru-baru ini mulai masif dilakukan.
"Kita mulai lakukan kampanye tanam cabai di rumah. Kita dorong warga tanam cabai sendiri di rumah, jadi semoga tak lagi ribut-ribut saat harga cabai naik," ungkap dia.
Foto: Muhammad Idris |
Saat ini, lanjut Yanuardi, Kementan sudah membagikan 280.000 polybag atau pot plastik untuk media tanam yang berisi tanaman cabai yang didistribusikan lewat kelurahan dan Rukun Tetangga (RT).
"Ini awalan saja untuk mengajak orang menanam cabai sendiri di rumahnya. Menanam cabai kan sebenarnya mudah, kita coba edukasi dengan program itu. Kita sudah salurkan baru-baru ini 280.000 polybag. Satu rumah bisa dapat 3 polybag," ujarnya.
Polybag ini, menurutnya, berisi tanaman cabai yang sudah tumbuh cukup besar atau berbunga.
"Pengalaman dulu kan banyak warga tanam cabai dari biji, semai sendiri, tapi kemudian gagal dan malas tanam lagi. Kadang malas-malasan, makanya kita coba berikan yang sudah berbunga. Ini hanya sebagai bentuk edukasi kita saja mendorong orang menanam cabai di rumah sendiri," pungkas Yanuardi. (drk/drk)












































Foto: Agus Setyadi
Foto: Muhammad Idris