Pengusaha Ini Minta Susi Izinkan Penggunaan Cantrang

Pengusaha Ini Minta Susi Izinkan Penggunaan Cantrang

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Senin, 24 Okt 2016 17:16 WIB
Foto: Pool/Bono
Jakarta - Pebisnis pengolahan ikan sedang resah menuju berakhirnya masa penggunaan alat tangkap cantrang yang diberikan pemerintah kepada nelayan untuk menangkap di laut. Pasalnya sebagian besar bahan baku pembuatan surimi selama ini berasal dari hasil tangkapan kapal cantrang.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia, Budhi Wibowo dalam acara Rembuk Nasional Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (24/10/2016).

"Ini masalah besar, tinggal dua bulan lagi yaitu cantrang. Kok kita santai-santai saja dunia perikanan. Sebagian besar bahan baku cantrang itu masuk kepada surimi. Kami akan kehilangan ekspor senilai US$ 2 juta kalau bahan baku tidak masuk," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belum lagi yang lokal. Di Palembang, pengusaha empek-empek akan kesulitan karena bahan bakunya sebagian besar adalah surimi lokal," tambahnya.

Menurutnya, penggantian alat tangkap cantrang dengan jaring harus kembali direvisi. Ia mengharapkan pemerintah mengembalikan peraturan ke Permen KP Nomor 42 Tahun 2014, di mana di situ diatur ukuran mata jaringnya.

"Jaring dari teman-teman cantrang dikembalikan ke permen sebelumnya, yaitu Nomor 42 Tahun 2014, yaitu ukurannya 2 inchi. Supaya ikan-ikan kecil bisa lepas. Bukan langsung diganti dengan jaring yang tidak jelas yang tidak bisa untuk bahan baku surimi," tutur dia.

"Ini tinggal dua bulan lagi, ekonominya luar biasa. Bukan hanya sekedar mengganti jaring yang produktivitasnya kita juga belum tahu. Bukan hanya sekedar mengganti jaring saja," pungkasnya.

Hal ini juga diamini oleh Ketua Umum Asosiasi Industri Pengalengan Ikan Indonesia, Adi Surya. Menurutnya, setiap kebijakan pemerintah harus bisa diterima oleh kedua belah pihak, baik pelaku usaha maupun pemerintah.

"Pesan kami adalah untuk Presiden, bangunlah relaksasi hubungan antara pelaku dan pemerintah. Yang sekarang kita lihat di medsos semuanya kontroversi antara pelaku dan pemerintah. Ini penting, kalau tidak tiga tahun berikutnya tidak akan tercapai apapun yang kita lakukan, kalau tidak dilakukan relaksasi," kata dia.

Seperti diketahui, pembatasan penggunaan alat tangkap ikan Cantrang di Indonesia dilaksanakan sampai tanggal 31 Desember 2016. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan pemakaian alat tangkap ini tak ramah lingkungan dan bisa merusak terumbu karang.

Minta Jokowi Perjelas Pelaksanaan Inpres Nomor 7 Tahun 2016

Pada 22 Agustus 2016 lalu, Presiden Jokowi telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Namun ternyata hal ini dirasa tidak jelas implementasinya hingga dua bulan instruksi ini dikeluarkan.

Adi berharap apapun kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah baiknya sejalan dengan langkah-langkah kongkrit guna menahan sejumlah gejala deindustrialisasi perikanan secara nasional.

"Sekarang sudah dua bulan berjalan, belum terlihat konkrit apa yang harus dilakukan. Pengalengan harus apa, penangkapan harus apa," katanya dalam acara Rembuk Nasional Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (24/10/2016).

"Dari inpres ini, kita masih melihat perlu ada yang diperkuat oleh Presiden. Kapan tenggat waktu yang harus diperbuat, roadmap-nya, target-targetnya, dan siapa yang harus mengevaluasi kebijakan yang ada. Apa menko maritim atau ekonomi. Itu tidak jelas. Siapa yang mengevaluasi, siapa yang menilai," jelas dia.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia, Budhi Wibowo meyakini, dampak penerapan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional bakal sangat kuat ke depannya. Namun juga perlu diikuti kesinambungan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Perindustrian yang menjadi pelaksana terdepan.

"Saya minta Inpres dijalankan, siapa yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir. Karena ini belum jelas. Karena harus ada satu tongkat komando," tukasnya. (ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads