Pajak, Utang dan Kredibilitas APBN di Tahun Ketiga Jokowi

Pajak, Utang dan Kredibilitas APBN di Tahun Ketiga Jokowi

Maikel Jefriando - detikFinance
Minggu, 30 Okt 2016 14:43 WIB
Foto: Ilustrator Mindra Purnomo
Jakarta - Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah menargetkan penerimaan dalam negeri sebesar Rp 1.748,9 triliun. Sebesar Rp 1.271,7 triliun berasal dari penerimaan khusus pajak non minyak dan gas bumi (migas).

Bila dibandingkan dengan target dalam APBN Perubahan 2016 memang lebih rendah. Sebelumnya target pajak adalah Rp 1.318,9 triliun. Akan tetapi bila dibandingkan dengan proyeksi realisasi di 2016 yang sebesar Rp 1.105,9 triliun, maka target tahun depan lebih tinggi.

"Kemenkeu saat ini jauh lebih realistis dan lebih kredibel," ungkap Ekonom Bank Permata, Josua Pardede kepada detikFinance, Jumat (28/10/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mengejar target penerimaan, pemerintah sudah memiliki modal dari penyelenggaraan program pengampunan pajak atau tax amnesty. Adalah berupa basis data wajib pajak baru yang selama ini tidak menjalankan kewajiban dengan benar. Ini akan berdampak pada jangka menengah dan panjang.

"Namun demikian, reformasi sistem pajak juga mesti perlu dilakukan sehingga penerimaan pajak jauh lebih optimal," ujarnya.

Josua menilai, target pajak yang terukur juga akan berdampak terhadap rencana penerbitan utang. Dengan asumsi defisit anggaran 2,41% pada APBN 2017, maka penerbitan surat berharga negara (SBN) gross tahun depan adalah Rp 596,8 triliun.

Utang pemerintah hingga akhir September 2016 tercatat mencapai Rp 3.444,82 triliun dianggap masih dalam batas aman, karena rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 27%.

"Memang konsekuensi dari sebuah negara berkembang seperti Indonesia yang masih mengandalkan financing yang cukup besar untuk mendukung pembangunan infrastruktur di luar infrastruktur dasar," papar Josua.

Ke depan Josua mengharapkan pendalaman pasar keuangan bisa lebih progresif, sehingga juga bisa berdampak positif terhadap keseimbangan primer yang artinya pemerintah tidak perlu lagi menarik utang untuk membayar bunga utang.

Josua meyakini prospek ekonomi Indonesia tahun depan akan lebih baik. Paket kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat memberikan dorongan terhadap perekonomian. Meski masih menjadi catatan adalah perbaikan sisi permintaan.

"Secara keseluruhan pemerintah sudah on the right track dengan stimulus fiskal," tegasnya.

Investor sudah mendapatkan angin segar dari program pemerintah, seperti tax amnesty, pengendalian harga pangan, dan peningkatan kemudahan berusaha. Harapan investor lainnya adalah terkait dengan koordinasi pemerintah dengan otoritas lainnya dalam implementasi UU JPSK.

"Dalam sisa pemerintah Jokowi-JK, sektor perbankan dan keuangan mengharapkan koordinasi antara regulator sekor keuangan ditingkatkan sehingga tidak terjadi overlapping kebijakan sehingga malah merugikan sektor keuangan dan perbankan," pungkasnya. (mkl/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads