Ketua Umum Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo), Khafid Sirotudin mengatakan, banyak sekali buah tropis yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri, namun malah bergantung pada buah impor, jeruk salah satu contohnya.
"Negara ini kaya varietas buah, kaya saja, tapi barangnya sedikit. Contohnya jeruk saja lah. Enak jeruk kita, banyak pula yang enak daripada impor, ada Jeruk Medan, Jeruk Pontianak, Jeruk Kintamani, Jeruk Probolinggo, dan masih banyak lagi. Lebih banyak malahan Jeruk Mandarin," ucap Khafid kepada detikFinance, Minggu (20/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika pemerintah serius menggarap buah sebagai komoditas penting, seharusnya pemerintah bisa membuat aturan jelas terkait impor buah yang bisa masuk ke Indonesia.
"Kalau mau diperjelas aturannya, silakan saja dibebaskan masuk buah subtropis. Tapi untuk buah tropis seperti jeruk nggak perlu impor, toh bisa diproduksi banyak sama lokal. Kalau China saja bisa larang manggis dan salak masuk ke negaranya, kenapa kita tidak. Apa yang ditakutkan," ujar Khafid.
Apalagi, menurutnya, konsumsi buah per kapita Indonesia masih rendah yakni 35 kilogram per orang per tahun. Ketergantungan impor akan semakin besar jika buah lokal terus dianaktirikan dibandingkan komoditas lain seperti kelapa sawit atau pangan pokok.
"Kalau sekarang saja per kapita 35 kilogram itu dicukupi dari impor, bagaimana kalau sudah naik jadi 50 kilogram per kapita, dikalikan 250 juta penduduk, bayangkan berapa besar impor buahnya. Jadi nggak perlu cari ekspor, fokus dulu saja bagaimana kembangkan buah untuk substitusi impor," tandas Khafid. (drk/drk)