Perusahaan Jangan Kebanyakan 'Poles' Laporan Keuangan untuk Ringankan Tagihan Pajak

Perusahaan Jangan Kebanyakan 'Poles' Laporan Keuangan untuk Ringankan Tagihan Pajak

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Rabu, 23 Nov 2016 17:41 WIB
Perusahaan Jangan Kebanyakan Poles Laporan Keuangan untuk Ringankan Tagihan Pajak
Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - Program tax amnesty atau pengampunan pajak masih bergulir. Para wajib pajak pribadi maupun badan yang belum memanfaatkan kesempatan ini untuk segera mengikutinya, terutama bagi perusahaan.

Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus M Haniv menyebutkan, seluruh perusahaan di Indonesia melakukan tax planning untuk mengurangi beban pajaknya. Tax planning yang dilakukan perusahaan pun beragam skalanya, mulai dari skala ringan hingga skala yang tinggi atau agressive tax planning.

Tax planning sebagai cara untuk meringankan tagihan pajak perseroan diperbolehkan asal dalam batas yang wajar. Para pemilik perusahaan juga diminta untuk 'lebih jujur' melonggarkan tax planning dengan menyertakan tambahan kas di dalam laporan keuangannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya minta perusahaan Tbk kalau sudah tax planning partisipasi di tax amnesty dengan menambah keuntungan. Mereka sekarang partisipasi lah tambahlah kas setara kas dalam laporan keuangannya," jelas Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus M Haniv di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (23/11/2016).

Tax planning yang dilakukan perusahaan misalnya memperkecil jumlah keuntungan dengan menambah jumlah utang dari luar negeri. Padahal utang yang diambil merupakan aset milik perseroan yang disimpan di luar negeri.

"Agressive tax planning itu mereka memanfaatkan aturan yang ada sehingga pajak menjadi nihil atau kecil sama sekali. Misalnya perusahaan ritel dapat keuntungan 10% dengan tax planning mereka bisa lakukan 0,1%," kata Haniv.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengetahui perusahaan yang melakukan agressive tax planning dan meminta untuk melonggarkan tax planning yang dilakukan. Sehingga masing-masing perusahaan bisa berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia lewat pembayaran pajak.

"Kita punya data benchmarking itu hitungan kita. Perusahaan kita gabung misalnya di sawit keuntungannya 15% itu jadi benchmark, kalau perusahaan sawit keuntungannya hanya 1% itu ada agressive tax planning," ujar Haniv. (drk/drk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads