Sebelumnya, Menteri Kooperasi dan UKM, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga di Istana Negara, Jumat (25/11/2016), menyebut Presiden Joko Widodo, telah menyanggupi pemotongan PPh final tersebut.
Lantas, bagaimana dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)? Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara, rencana pemotongan sedang dalam proses pengkajian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suahasil menjelaskan, dalam penentuan pajak, seharusnya jangan hanya melihat sisi kompetisi dengan negara lain, namun harus dilihat dari sisi kebutuhan negara itu sendiri. Menurutnya, pajak merupakan salah satu instrumen terpenting dalam pembangunan infrastruktur yang saat ini menjadi fokus pemerintah.
"Kalau dana pemerintah cukup kita bisa ajak nggak usah bayar pajak. Tapi 2014 subsidi energi Rp 350 triliun. Tahun 2015 subsidi diturunkan uangnya dipindahkan bangun infrastruktur. Infrastruktur Rp 387 triliun, tahun depan, energi tinggal 77 triliun. 2018 kita butuh lebih banyak. Dua tahun lalu kita dapat duitnya dari mengubah subsidi energi. Kalau mau diperes lagi subsidinya paling Rp 20 triliun, nggak bisa lagi dapat Rp 100 triliun," terang dia.
Suahasil juga berharap, supaya reformasi pajak dapat meningkatkan jumlah penerimaan negara. Dan, UKM juga diharap menjadi salah satu bagian uang dapat berkontribusi dalam penerimaan negara.
"Tahun ini rasio pajak 11%. Kalau tahun ini 13% maka kan 2% extra kali PDB kita Rp 25 triliun. Ini yang kita kejar. Menteri bilang maunya rasio 15%. Dapatnya Rp 60 triliun. Kita akan naikkan rasio pajak pelan-pelan. Cara naikkan harus terstruktur, mulai amnesti pajak, habis itu kepatuhan pajaknya juga harus meningkat," tutupnya. (hns/hns)