Menakar Efek Referendum Italia

Menakar Efek Referendum Italia

Maikel Jefriando - detikFinance
Sabtu, 03 Des 2016 23:59 WIB
Menakar Efek Referendum Italia
Foto: dok. Getty Images
Jakarta - Referendum kembali muncul di Uni Eropa, sekarang giliran Italia. Keputusan ini berawal dari gagasan Perdana Menteri Italia Matteo Renzi melalui sebuah proposal. Renzi pun siap mengundurkan diri bila gagal dalam referendum yang akan berlangsung 4 Desember 2016.

Bila Renzi mengundurkan diri, Ekonom Kenta Institute Eric Sugandi menilai ada dua hal yang menjadi fokus investor. Pertama, skema bailout untuk penyelamatan sistem perbankan akan berhenti. Padahal diketahui perbankan di Italia tengah dalam kondisi buruk.

"Kedua, mundurnya PM Renzi bisa membuat Gerakan oposisi 5 Stars yang skeptis terhadap Uni Eropa dan cenderung antiglobalisasi menguat dan bisa menguasai pemerintahan," ujar Eric kepada detikfinance, Sabtu (3/12/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kalangan investor, menurutnya lebih berharap kemenangan bagi pihak Renzi. Meskipun tidak dapat dijamin, bahwa harapan tersebut bisa terwujud. Ada kemungkinan efek Brexit dan Pemilihan Presiden AS yang akhirnya dimenangkan Donald Trump kembali terulang.

Kemenangan Renzi akan membawa dampak positif terhadap pasar keuangan Uni Eropa, baik untuk bursa saham maupun nilai tukar. Sentimen positif juga akan mengalir ke negara-negara berkembang lainnya. Begitu sebaliknya bila Renzi kalah.

"Tapi karena isu referendum ini berkaitan dengan persepsi atau ekspektasi pelaku pasar dan belum langsung menyentuh fundamental ekonomi Italia dan Uni Eropa, dampak hasil referendum ini sifatnya akan jangka pendek yakni dalam hitungan satu atau beberapa hari," paparnya.

Indonesia merupakan bagian dari negara berkembang. Dampaknya akan sama bila Renzi menang, dengan proyeksi naiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan penguatan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Kalau hasil referendum menolak proposal Renzi, rupiah, bursa saham, dan harga Surat Berharga Negara (SBN) berpotensi melemah jika pasar Uni Eropa dan emerging markets lainnya melemah," tegasnya.

Kemungkinan lebih jauh akan menyasar sisi perdagangan, walaupun porsinya sangat kecil. Italia juga bukan merupakan pasar dagangan utama Indonesia. Berbeda bila itu terjadi pada AS, Jepang, China dan Singapura.

"Kalau negara-negara partner dagang utama kita ikut goyah karena Uni Eropa goyah, baru dampak ke Indonesia via jalur perdagangan akan terasa
Hasil referendum nanti lebih pengaruhi pasar finansial daripada perdagangan," jelas Eric.

Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede menyatakan kekhawatiran investor akan referendum Italia sudah terasa dalam beberapa hari terakhir. Euro contohnya, yang tertekan terhadap dolar AS. Ini memang dianggap sebagai persoalan yang cukup besar.

"Namun menurut saya, referendum Italia diperkirakan akan dimenangkan oleh pihak yang menolak reformasi konstitusional, sebagaimana telah ditunjukkan dalam sejumlah polling beberapa waktu terakhir ini," kata Josua kepada detikFinance.

Pada sisi lain Bank Sentral Uni Eropa diperkirakan akan merespons kondisi tersebut dengan tetap menjaga stimulus moneter dalam rapat yang berlangsung pekan depan. Hal tersebut merupakan antisipasi gejolak yang akan terjadi pasca referendum.

"ECB diperkirakan ton kebijakannya masih dovish dan masih akan mempertahankan stimulus moneternya," ungkap Josua. (mkl/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads