Dalam kurun waktu tersebut teknik Pertanian Konservasi telah berhasil meningkatkan hasil jagung rata-rata 77% dari praktik pertanian konvensional.
Salah satu perwakilan kelompok petani, Sekretaris Kelompok Erot, Hamdi yang tinggal di Dusun Erot, Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru Lombok Timur, NTB menyebut sebelum menerapkan Pertanian Konservasi produksinya hanya 4,4 ton per hektar, tetapi setelah menerapkan program Pertanian Konservasi ini produksinya 5,6 ton per hektar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat sebelum menerapkan sistem ini nilai jual produk jagung Rp 11 juta atau Rp 250.000/ kuintal, biaya yang diperlukan Rp 6,8 juta, pendapatan petani Rp 4,2 juta, serta ada risiko kegagalan akibat hujan yang tidak menentu. varietas ini menggunakan pioner hybrida.
Setelah menerapkan pertanian konservasi ini, hasil jual petani meningkat jadi Rp 16,8 juta atau Rp 300.000/ kuintal, biaya yang diperlukan Rp 6,4 juta, serta pendapatan petani Rp 6,2 juta. Tanaman ini hasilnya lebih tahan terhadap curah hujan yang tidak menentu, varietas ini menggunakan Lamuru.
"Biaya produksi juga lebih murah tapi hasilnya meningkat," imbuhnya.
Ia mengatakan, sebelum menerapkan program pertanian konservasi, petani membajak tanah menggunakan traktor, lahan dibajak dengan sempurna sebelum ditanam, serta menggunakan pupuk 8 kuintal/ ha, racun rumput 8 liter/ha, dan racun hama dan penyakit.
Sedangkan saat menggunakan sistem tersebut tiga prinsip utama pertanian konservasi adalah pengolahan tanah seringan-ringannya, penutupan permukaan tanah secara permanen, dan rotasi tanaman dengan kacang-kacangan.
Bedanya dengan praktik tradisional ini ada tumbuh-tumbuhan di atas tanaman jagung yang ditanam di atas lubang 30x40 cm. Serta penggunaan pupuk organik dari peternakan hewan.
Saat ini program tersebut dilakukan di lahan kering dan baru dilakukan di tanaman jagung. Petani juga memiliki masalah serangan hama babi hutan.
"Yang jadi masalahnya ada juga monyet, terutama di Lombok Timur," imbuhnya. (hns/hns)











































