Ekonomi RI Masih Perlu Digenjot dari APBN, Utang Belum Bisa Dikurangi

Ekonomi RI Masih Perlu Digenjot dari APBN, Utang Belum Bisa Dikurangi

Maikel Jefriando - detikFinance
Jumat, 09 Des 2016 14:14 WIB
Foto: Ari Saputra
Nusa Dua - Pemerintah belum dapat mengurangi utang dalam kondisi sekarang, meskipun nominalnya sudah mencapai Rp 3.439,78 triliun. Alasannya, utang dibutuhkan untuk menutupi belanja negara yang merupakan pendorong perekonomian Indonesia.

Demikian disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara di sela-sela seminar. Bertajuk Unlocking Public and Private Investment in Indonesia: Role of Financial Sector di Hotel Hilton, Bali, Jumat (9/12/2016).

"Memang arah ke depan, kita ingin kurangi, tapi mengurangi ini kan kita balance dengan keperluan kita mengeluarkan belanja negara," jelasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suahasil menjelaskan, perekonomian Indonesia terpengaruh oleh kondisi global yang masih lesu. Termasuk juga masih rendahnya harga komoditas yang berpengaruh langsung terhadap ekspor. Indonesia. Sementara investasi tidak tumbuh terlalu signifikan.

Maka cara yang ditempuh agar ekonomi bisa tumbuh tinggi adalah dengan mengandalkan belanja negara. Di mana fokusnya diarahkan kepada belanja untuk pembangunan infrastruktur.

"Ketika perekonomian seang lesu, APBN ini yang digenjot, pengeluaran dinaikan," tegas Suahasil.

Risikonya memang defisit anggaran akan melebar yang ditutup dengan penerbitan surat utang. Akan tetapi, Suahasil menegaskan bahwa defisit tidak akan melebihi batas yang ditentukan oleh Undang-undang (UU) yaitu 3%.

"Defisit tidak boleh naik dari 3%, dan GDP rasionya ini masih di 28%. Jadi untuk mencari balance sehingga APBN ini kredibel tapi anggaranya bisa ekspansif sedang jelek globalnya," ungkapnya.

Belanja negara dalam APBN 2017 adalah Rp 2.080,5 triliun. Dengan nominal belanja tersebut maka diproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan mencapai 5,1% tahun depan.

"Kalau ekonomi kita kan sedang naik, tapi perekonomian global ini sedang turun. Kecepatan perekonomian kita 4,8% ke 5,0% (2016). Kalau pengenya sih lebih tinggi lagi," pungkasnya. (mkl/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads