Ketua Umum Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo), Khafid Sirotudin menjelaskan, impor kentang terjadi karena pemerintah kurang serius dalam mengembangkan benih unggul untuk berbagai varietas kentang.
Menurut Khafid, Indonesia sebenarnya telah lama memiliki dua pusat pembibitan kentang, yakni Balai Pembibitan Kentang Kledung di Kabupaten Temanggung milik Pemprov Jawa Tengah, dan Balai Pengembangan Benih Kentang Lembang di Bandung milik Kementerian Pertanian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan, pusat benih kentang di Kledung yang dibangun pada tahun 2006 ini seharusnya jadi pusat produksi bibit kentang unggul terbesar untuk memenuhi kebutuhan petani seluruh Indonesia, namun nyatanya pengembangannya jalan di tempat. Balai benih di Lembang, menurutnya, bahkan lebih buruk ketimbang Kledung.
"Balai Benih Kledung itu tahun 2006 dibangun, artinya sudah 10 tahun, sekarang pengembangan benih Kledung sebenarnya bisa jadi pengembangan benih terbesar, kalau sungguh-sungguh bisa," jelas Khafid.
"Pertanyaannya Balai Benih Lembang berapa banyak dia bisa penuhi benih untuk kebutuhan benih. Kalau memang bisa penuhi kebutuhan kentang seluruh Indonesia kenapa harus impor, kalau memang harus impor, dijelaskan lagi jenis apa yang boleh impor. Pertanyaannya bukan kita impor apa nggak, tapi kita sudah bisa penuhi belum kentang kebutuhan di dalam negeri, kalau belum ya impor," imbuhnya.
Selain itu, sambungnya, ada ketidaksinkronan fungsi antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan dalam pemenuhan kebutuhan kentang nasional.
"Kalau mau kembangkan kentang masif secara nasional, harus tahu dong kebutuhan nasional kentang itu berapa, mestinya antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan match dulu dong, kalau saya melihatnya karena kurangnya match antara keduanya, yang jadi korban petani dan masyarakat," ujar Khafid. (drk/drk)











































