Citilink Lirik Bisnis Penerbangan Hemat Rute Internasional dalam 2 Tahun

Citilink Lirik Bisnis Penerbangan Hemat Rute Internasional dalam 2 Tahun

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Selasa, 20 Des 2016 18:36 WIB
Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di kisaran 5% memberi imbas positif pada meningkatnya daya beli masyarakat. Dalam Industri penerbangan, meningkatnya daya beli masyarakat tercermin dari meningkatnya jumlah pengguna angkutan udara baik domestik maupun internasional.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), secara kumulatif, selama Januari-Agustus 2016 jumlah penumpang domestik mencapai 52,6 juta orang atau naik 16,77% dan jumlah penumpang internasional mencapai 9,7 juta orang atau naik 5,66% dibanding periode yang sama 2015.

Menjawab meningkatnya permintaan jasa transportasi udara ini, PT Garuda Indonesia bakal memaksimalkan kapasitas anak usahanya di bidang penyedia jasa transportasi udara berbiaya hemat, Citilink.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak tanggung-tanggung, anak usaha maskapai pelat merah ini akan disiapkan menjadi maskapai berbiaya hemat dengan jangkauan rute penerbangan internasional komersial.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Arif Wibowo mengatakan, pihaknya mencanangkan dalam waktu dua tahun ke depan, Citilink benar-benar bisa masuk ke level internasional.

"Paling tidak dalam dua tahun ke depan, Citilink sudah mulai benar-benar go International dalam dua tahun," ungkapnya saat ditemui usai rapat di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Adapun rute yang akan dibidik diantaranya adalah tiga negara di ASEAN, China dan juga Australia.

"Jadi kita ada ASEAN, yaitu Kuala Lumpur, Bangkok dan Singapura. Kita consider juga untuk China dan beberapa Australia," ungkapnya.

Arif mengaku hal ini juga menjadi perhatian Menteri BUMN, bagaimana pengembangan Citilink, termasuk untuk masuk ke rute internasional dan menghadapi persaingan dalam negeri, dimana layanan maskapai berbiaya murah (Low Cost Carrier/LCC) juga meningkat.

"LCC meningkat, seperti ke Australia juga. Australia kan secara demografik, penduduknya kan jauh di bawah Indonesia. Berarti density traffic Indonesia-Australia itu sebaiknya bagaimana komposisi-komposisi strateginya. Kapan LCC kita, komposisi berapa persen dan sebagainya. Itu yang masih diminta untuk dianalisa lebih detail lagi," pungkasnya. (dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads