Namun, Corporate Communication PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Febrianto Arif Wibowo, mengatakan hingga kini belum ada kepastian soal zona merah tersebut.
"Memang relatif sama karakter tanah di sekitar situ. Cuma, saya nggak mengerti apa yang disebut zona merah itu karena klasifikasi yang menyebutkan zona merah itu apa, nggak ada," ujar Febrianto kepada detikFinance, Kamis (29/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penentuan desain kereta cepat berdasarkan kondisi tanah, KCIC menggandeng LAPI ITB. Kerja sama ini dalam proses studi kelayakan, antara lain mengecek jenis tanah, kelayakan tanah, detail seismik termasuk kegempaan, pola-pola pergerakan tanah, serta pola-pola patahan yang paling rawan.
"Desain trase kita sudah menghindari pola-pola patahan yang ada di situ. Hasil kajian itu (kereta cepat) layak untuk dikerjakan, namun untuk konstruksinya seperti apa tergantung pada soil investigation (penyelidikan tanah)," ujar Febrianto.
Penyelidikan tanah dilakukan sebelum masuk proses konstruksi. Saat ini dari total 142 km, sepanjang 117 km lahan sudah dibebaskan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung
Proses penyelidikan tanah dilakukan PT Wijaya Karya Tbk, yang merupakan salah satu anggota konsorsium proyek kereta cepat. Hasil penyelidikan tanah akan menentukan metode konstruksi seperti apa yang bisa dilakukan di atas tanah tersebut.
"Setelah didapat hasil soil investigation itu kita menentukan metode kerja seperti apa yang akan digunakan, lalu bentuk konstruksinya seperti apa," terang Febrianto.
Dia menambahkan, kereta cepat juga dilengkapi dengan sensor gempa. Sehingga, jika terjadi getaran, otomatis akan berhenti.
"Kita juga sudah mengantisipasi kegempaan. Di kereta cepat terdapat sensor kegempaan, kalau terjadi getaran berhenti otomatis," tutur Febrianto. (hns/ang)