"Bahwa ini dilakukan semata-mata karena negara mempunyai hak terdahulu atas pajaknya," ungkap Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (30/12/2016).
Penyanderaan pertama di Bandung dilakukan pada Rabu 28 Desember 2016 pukul 18.30 oleh KPP Madya Bandung terhadap CR yang merupakan penanggung pajak PT PKP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyanderaan kedua dilakukan oleh KPP Pratama Bintan terhadap NAL yang merupakan penanggung pajak PT GKJL yang memiliki utang pajak yang mencapai Rp11,5 miliar. Saat ini NAL dititipkan di Lapas Klas II Tanjungpinang.
Sebelumnya suami NAL yang juga merupakan penanggung pajak PT GKJL telah disandera selama 2 x 6 bulan namun karena Wajib Pajak masih menolak melunasi tunggakan pajak maka langkah penyanderaan terpaksa dilakukan atas NAL.
Sebelum dilakukan penyanderaan, Ditjen Pajak telah melakukan serangkaian tindakan penagihan terhadap Wajib Pajak. Wajib Pajak sudah diberikan Surat Teguran, Surat Paksa serta beberapa kali diadakan pertemuan untuk menyelesaikan tunggakan pajaknya.
Wajib pajak yang menolak bersikap kooperatif ini juga tidak mengindahkan tawaran untuk mengikuti program tax amnesty yang akan menghapus sanksi administrasi, sehingga Ditjen Pajak terpaksa melakukan tindakan penyanderaan. Kedua tindakan penyanderaan ini dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan.
"Penunggak pajak bukan pidana, Oleh karena itu gidzeling adalah paksa badan untuk mengurangi kebebasan jangka waktu sementara. Jadi 3-4 jam bisa dikeluarkan. Jadi kita titipkan di dalam Lapas. Jadi ditempatkan di tempat tertentu," pungkasnya. (mkl/ang)











































