Direktur Perluasan Kepesertaan dan HAL BPJS Ketenagakerjaan, E Ilyas Lubis mengatakan, kecelakaan yang menimpa tulang punggung keluarga misalnya, tentu akan mengganggu kelangsungan ekonomi keluarga yang ditinggalkan.
"Kalau sudah terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan kerja, yang dirugikan adalah pekerja dan keluarganya serta pengusaha itu sendiri," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (3/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, program-program pemerintah yang diberikan lewat BPJS Ketenagakerjaan dirancang untuk dapat memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang dapat dialami pekerja jika terjadi risiko sosial karena pekerjaan yang mereka lakukan.
"Apabila terjadi kecelakaan kerja, misalnya, dan pekerja belum terlindungi dalam program BPJS Ketenagakerjaan, hal tersebut sudah seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan untuk mengatasi risiko sosial ekonomi yang dialami korban atau ahli warisnya," kata dia.
BPJS Ketenagakerjaan memberikan santunan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang besarannya dihitung berdasarkan upah yang dilaporkan dikalikan 48 bulan upah.
"Santunan tersebut belum termasuk pemberian beasiswa sebesar Rp 12 Juta jika peserta yang meninggal dunia memiliki anak yang masih menempuh pendidikan dan berusia di bawah 21 tahun," sambung dia.
Hal tersebut telah menjadi standar pelayanan yang wajib diberikan bagi seluruh pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Ia menambahkan, fasilitas tersebut tidak akan diterima pekerja yang belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan. Untuk itu, mendaftarkan tenaga kerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan menjadi hal yang penting dilakukan setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
"Diharapkan, pengusaha dapat lebih sigap dalam mengantisipasi risiko kerja yang dapat terjadi dengan mendaftarkan pekerja mereka dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Dengan begitu, pekerja aman, pengusaha pun tenang," pungkas Ilyas. (dna/ang)