Jagung untuk bahan pakan ternak merupakan komponen terbesar yang dibutuhkan oleh pabrik pakan skala besar, peternak ayam mandiri (self mixing) dan pabrik pakan skala kecil/menengah (termasuk pabrik pakan milik koperasi susu). Dengan populasi unggas (broiler/ayam pedaging, layer/ayam petelur, ayam lokal dan itik) yang semakin meningkat, maka kebutuhan jagung juga meningkat.
"Prediksi produksi pakan GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak) tahun 2017 sebesar 18,5 juta ton, sehingga dibutuhkan jagung 9,25 juta ton. Sedangkan kebutuhan jagung peternak self mixing sekitar 3,6 juta ton (rata-rata 300 ribu ton per bulan). Perkiraan kebutuhan jagung sebagai bahan pakan ternak pada 2017 adalah 12,85 juta ton atau rata-rata 1,1 juta ton/bulan," sebut siaran pers Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Rabu (4/01/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pola kerja sama ini dimaksudkan agar ada kepastian produksi jagung petani dapat diserap oleh pabrik pakan dengan harga acuan pembelian yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 Tahun 2016.
"Dampak dari kebijakan pengendalian impor dan program pengembangan jagung di lahan khusus, serta upaya lainnya yang dilakukan oleh Kementan tersebut menyebabkan impor jagung sebagai bahan pakan ternak menurun sangat signifikan pada 2016," terang siaran pers tersebut.
Penurunan impor mencapai 68% (884.679 ton) pada 2016 jika dibandingkan dengan 5 tahun terakhir (tahun 2011 sebesar 3.076.375 ton; tahun 2012 sebesar 1.537.512 ton; tahun 2013 sebesar 2.955.840 ton; tahun 2014 sebesar 3.164.061 ton dan tahun 2015 sebesar 2.741.966 ton).
Data tersebut berdasarkan data pemberian rekomendasi impor jagung sebagai bahan pakan ternak yang dikeluarkan oleh Kementan, jumlah impor jagung sebagai bahan pakan ternak sampai tanggal 31 Desember 2016 tercatat sebesar 884.679 ton, sedangkan data yang sama pada 31 Desember 2015 adalah 2.741.966 ton. (hns/drk)











































