Mengapa daging kerbau beku dijual lebih dari 80.000/kg di pasar tradisional?
Ketua Asosiasi Distributor Daging Indonesia, Ahmad Hadi, menjelaskan hal itu terjadi karena pedagang mencairkan dan membersihkan terlebih dulu daging kerbaunya. Padahal, daging kerbau ini tidak memiliki banyak lemak sehingga tidak perlu dibersihkan lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut, perilaku pedagang mencairkan dan membersihkan lemak daging tersebut merupakan kebiasaan lama dan harus ditinggalkan. Apalagi, daging akan menyusut setelah dicairkan sehingga menambah beban harga untuk konsumen.
"Kalau di pasar ada yang menjual di atas Rp 80.000/kg, pasti disebabkan pembeli akhir minta daging beku tersebut dicairkan, jadi sudah tidak beku lagi.
Ada susut karena pencairan daging tersebut, yang dibebankan ke pembeli," kata pria yang biasa dipanggil Hadi itu.
Menurut Ahmad, jumlah bobot yang berkurang tergantung cara mencairkannya. Misalnya ketika menggunakan Chiller hanya susut 1-2% saja, tetapi cara ini dilakukan oleh pengusaha restoran, katering, atau pun hotel. Sedangkan pedagang tradisional secara manual.
"Tergantung cara mencairkannya. Yang benar menggunakan chiller susut 1 - 2 %. Chiller digunakan oleh Horeka (Hotel, Restoran, Katering), kalau di pasar Tradisional menggunakan suhu kamar bisa susut 5-8 %," kata Hadi.
Ahmad menyarankan, sebaiknya konsumen membeli daging dalam bentuk beku karena masih steril.
"Ini lebih karena kebiasaan di pasar, yang selalu mencairkan daging beku. Padahal, konsumen setelah membeli daging lalu menyimpan di kulkas," kata Ahmad. (hns/hns)











































