Sumber pembiayaan akan mengandalkan obligasi Rp 2 triliun, yang segera diterbitkan perseroan paling lambat pertengahan tahun ini. Sisanya dari sindikasi bank-bank BUMN.
"Kami talangi Rp 5 triliun, dari pinjaman juga. Soalnya baru 2018 baru ada pembayaran yang besar dari pemerintah. Setelah April, akan ada obligasi berkelanjutan Rp 2 triliun, mungkin tergantung kebutuhannya. Ini sedang proses," kata Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto, saat ditemui di KM 13 Jagorawi, Jakarta, Minggu (8/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai kontrak pengusahaan LRT ini, Budi mengaku, pihaknya telah memberikan usulan nilai kontrak Rp 23 triliun. Namun saat ini masih dalam tahap finalisasi dengan konsultan Jepang yang dipilih pemerintah. LRT ini merupaka proyek strategis nasional.
Dijadwalkan pada akhir bulan ini, setelah menunggu finalisasi angka dari konsultan yang ditunjuk pemerintah untuk proyek strategis nasional ini, penandatanganan kontrak segera dilakukan.
"Kontrak sudah dalam proses. Menhub sudah mengeluarkan surat menerima spesifikasi teknis yang kita usulkan. Dan harga yang diusulkan tapi diminta di-review oleh konsultan. Usulannya dari Jepang. Dan nanti saat proses pembayaran akan diaudit dulu oleh BPKP," tukasnya. (drk/drk)











































