Dalam pembentukan holding, akan diikuti perpindahan aset pemerintah berupa saham BUMN ke BUMN lain yang menjadi induk usaha. Proses perpindahan ini lah yang tidak memerlukan persetujuan DPR.
"Mengalihkan ke BUMN lainnya betul tanpa (melibatkan) DPR," ungkap Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro saat dihubungi detikFinance, Minggu (15/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam aturan tersebut, ada pasal tambahan, yakni pasal 2A yang secara garis besar berisi detil tata cara peralihan aset-aset BUMN ke BUMN lain atau swasta bila terjadi penggabungan beberapa BUMN ke dalam satu holding BUMN.
Pada ayat 1 pasal 2A PP 72/2016 menyebutkan, setiap perpindahan aset negara di sebuah BUMN ke BUMN lain bisa dilakukan tanpa harus melewati pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) alias tanpa perlu persetujuan DPR.
Menurut Aloysius, aturan tersebut merupakan penegasan atas aturan sebelumnya yang juga menyebutkan bahwa perpindahan aset antar BUMN tidak memerlukan izin DPR.
Contohnya seperti pengalihan aset yang juga pernah dilakukan pemerintah pada saat membentuk holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN), pembentukan tersebut sama sekali tidak melibatkan DPR.
"Yang saya heran kenapa larinya ke DPR, dulu-dulu juga enggak ke DPR. Coba lihat PTPN semua saham-saham 90% yangada di PTPN kecuali PTPN III yang menjadi induk, itukan tidak semua dipindahin, nah aturan PP 72 ini untuk mempertegas itu," tandasnya. (dna/dna)











































