PP Nomor 72 Tahun 2016 ini dinilai mempermudah aset BUMN dijual kepada pihak swasta. Pasalnya, dalam PP 72 Tahun 2016 terdapat pasal tambahan pasal yaitu pasal 2A yang secara garis besar berisi detil tata cara peralihan aset-aset BUMN ke BUMN lain atau swasta bila terjadi penggabungan beberapa BUMN ke dalam satu holding BUMN.
Namun demikian, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, bukan berarti BUMN bisa dijual ke swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun yang diatur dalam PP tersebut adalah pengalihan aset ke pihak perseroan terbatas non BUMN. Sementara, pihak perseroan terbatas non BUMN yang dimaksud dalam PP 72/2016 adalah anak usaha BUMN. Sekedar informasi, meski berstatus sebagai anak usaha BUMN, namun perusahaan yang bersangkutan tidak bisa dikatakan sebagai perusahaan BUMN karena sahamnya tidak dimiliki langsung oleh pemerintah.
Sederhananya, anak usaha BUMN statusnya adalah perusahaan non BUMN.
Di sisi lain, dalam proses pembentukan holding, sangat mungkin aset BUMN dialihkan ke anak usaha BUMN lainnya. Sebagai contoh BUMN 'A' memiliki anak usaha bernama 'B'.
Pada proses pembentukan holding, ada pengalihan aset BUMN lain, sebut saja BUMN 'C' ke dalam perusahaan 'B' tadi.
Dalam aturan sebelumnya, tidak diatur bagaimana bila saham BUMN 'C' tadi bisa dipindahkan ke perusahaan 'B' yang berstatus perusahaan non BUMN meskipun perusahaan tersebut adalah anak usaha BUMN.
Dengan adanya PP 72/2016 ini, maka proses pengalihan saham BUMN ke anak usaha BUMN yang sebelumnya tidak diatur, saat ini bisa dilakukan tanpa perlu khawatir menyalahi aturan.
"Jadi tidak ada celah menjual dan ini bukan penjualan (menjual BUMN) loh. Ini pengalihan, lebih tepatnya pengalihan saham bukan aset fisik. Kalau orang bilang ini melanggar UU atau apa ada niat menjual kepada swasta, kita juga kaget sih," tegas dia. (dna/dna)











































