Pandangan Sri Mulyani Soal Proyeksi Ekonomi RI dari Lembaga Asing

Pandangan Sri Mulyani Soal Proyeksi Ekonomi RI dari Lembaga Asing

Maikel Jefriando - detikFinance
Rabu, 18 Jan 2017 18:42 WIB
Foto: Maikel Jefriando
Jakarta - Periode 2017 baru saja dimulai, berbagai lembaga internasional juga telah menyampaikan proyeksi ekonomi Indonesia pada tahun ini. Ada yang sama dengan proyeksi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu 5,1% , akan tetapi ada juga yang lebih optimistis.

Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) memiliki proyeksi yang sama dengan asumsi pemerintah. S&P dan Moody's memproyeksikan lebih baik, yaitu 5,2%. Kemudian Bank Dunia sebesar 5,3% dan Fitch sebesar 5,4%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan angka konservatif yang dipilih oleh pemerintah menggambarkan kehati-hatian dalam menyikapi berbagai tantangan yang dimungkinkan datang pada tahun ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya rasa cukup baik dari kita untuk hati-hati. Namun bukan berarti kita tidak optimististis. Kita optimistis namun tetap hati-hati," ungkap Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/1/2017).

Ekonomi tumbuh 5,1% berdasarkan kondisi konsumsi rumah tangga yang diperkirakan tumbuh 5%, konsumsi pemerintah 4,8%, dan investasi sebesar 6%. Selanjutnya ekspor diharapkan membaik, paling tidak tumbuh 0,2% dan impor 0,7%.

"Kami perkirakan perdagangan internasional ada di dalam keseimbangan antara positif dan negatif, atau pick sejenak lalu koreksi lagi," jelasnya.

Pemerintah, kata Sri Mulyani cukup mewaspadai berbagai hal yang dimungkinkan langsung mempengaruhi ekonomi Indonesia. Khususnya dari sisi inflasi yang bisa lebih tinggi dari yang diasumsikan, yaitu 4%. Penyebabnya adalah implementasi perubahan subsidi listrik.

Harga minyak ada potensi peningkatan dari asumsi sebelumnya US$ 45 per barel. Sementara nilai tukar rupiah bisa saja melemah bila ketidakpastian masih berlanjut dan menimbulkan gejolak yang signifikan. Dolar AS awalnya diasumsikan Rp 13.300.

"Maka yang masih volatile adalah yang akan pengaruhi nilai tukar, suku bunga, dan inflasi," tandasnya. (mkj/dna)

Hide Ads