Oleh sebab itu, untuk meredam isu SARA dan radikalisme, pemerintah meluncurkan beberapa program yang langsung menyasar masyarakat.
"Ini terus kita address melalui berbagai program, kan ada berbagai kartu ada Rastra (Beras Sejahtera), KIP (Kartu Indonesia Pintar), KIS (Kartu Indonesia Sehat), kita ini sudah lebih jauh bagus dalam hal penyediaan pelayanan kesehatan, jadi struktural kita garap terus," kata Staf Ahli Menko Perekonomian bidang Pembangunan Daerah, Bobby Rafinus, dalam acara diskusi SARA, Radikalisme dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017, di Jakarta, Senin (23/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau melihat sara dan radikalisme itu kan ada memang sisi yang struktural, ini ada ketimpangan maka itu menjadi mudah dan orang itu menjadi radikal karena tekanan ekonomi, kecemburuan sosial," ujar Bobby.
Kedua, karena dipicu berita hoax alias bohong lewat media sosial. Namun, isu tersebut belum mempengaruhi pada perekonomian nasional, baru sampai sebatas menjadi sentimen negatif di pasar modal dan pasar keuangan yang bersifat temporer.
"Jadi menurut saya (ekonomi nasional) stabil, justru jadi tugas sama-sama bagaimana ini menjaga, karena kita ini pertaruhannya terlalu besar untuk di kalahkan dengan masalah ini, kita ini berjuang untuk generasi muda ke depan bisa memiliki masa depan yang lebih bagus," ungkapnya. (hns/hns)