Logikanya, bila tanah yang tadinya kosong digunakan untuk pembangunan seperti infrastruktur, maka akan menjadi sumber ekonomi baru. Masyarakat yang tadinya menganggur bisa mendapatkan pekerjaan dan wilayah sekitar pembangunan juga pasti mendapatkan manfaatnya.
"Pajak optimalkan sebagai instrumen kebijakan, untuk pemerataan atau redistribusi supaya tercipta keadilan," kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, kepada detikFinance, Selasa (24/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PPh dan PBB bisa dipakai. PBB untuk tahunan, PPh untuk transaksi pengalihan," jelasnya.
Basis pengenaan tarif bisa terukur dari kepemilikan tanah atau pengusahaan. Yustinus meninginkan pemerintah lebih matang dalam merancang aturan ini.
"Bisa basis pemilikan: pemilikan kedua dan seterusnya dikenai tarif lebih tinggi, jika dijual sebelum periode tertentu misalnya 5 tahun atau spekulan. Bisa basis pengusahaan, yang tidak dihuni atau menganggur, juga dikenai tarif lebih besar," papar Yustinus. (mkj/wdl)











































