PeneIitian dilakukan terhadap hasil wawancara dengan sekitar 1.342 nelayan, dan menjadi Anak Buah Kapal (ABK) ilegal, yang berhasil diselamatkan dari Benjina dan Ambon pada tahun 2015. Dari hasil wawancara, diyakini terjadinya pelanggaran HAM yang tersusun dan masif serta adanya tindak kriminalitas mulai dari pemalsuan dokumen hingga pembunuhan.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut di antaranya dipekerjakannya para ABK tersebut selama lebih dari 20 jam dalam sehari, tidak diperbolehkannya ABK keluar dari kapal selama berbulan-bulan lamanya, sehingga kualitas hidupnya pun sangat memprihatinkan, sehingga diyakini telah terjadinya pelanggaran HAM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita patut mengapresiasi pemerintah atas berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah yang menyebabkan perdagangan orang dan eksploitasi tenaga kerja seperti yang kami sebutkan dalam laporan ini," kata KepaIa Misi IOM Indonesia, Mark Getchell dalam sambutannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Mark mengatakan, laporan ini menjadi satu-satunya laporan yang disusun berdasarkan pengalaman Iangsung dari para saksi mata yang menjadi korban perdagangan orang di kapal.
"Yang paling penting, laporan ini merekomendasikan bahwa perlindungan HAM pada ABK harus dilakukan pada perusahaan-perusahaan di industri perikanan," ungkapnya.
Adapun temuan dari laporan ini meliputi:
1. Terjadinya penipuan yang sistematis dan terstruktur dalam perekrutan dan eksploitasi ABK dari berbagai negara di Asia Tenggara.
2. Adanya kekerasan dan pembunuhan di laut, serta membuang jasad secara ilegal (berdasarkan pernyataan dari saksi mata)
3. Terjadinya pemaksaan ABK untuk bekerja lebih dari 20 jam per hari.
4. Berbagai bentuk tindakan melawan hukum, seperti mematikan transmitter kapal, menggunakan peralatan yang dilarang dan membahayakan, transshipment ilegal, pemalsuan dokumen dan logbook, serta tumpang tindih peraturan perundangan yang mengakibatkan ketidakjelasan tanggung jawab institusi pemerintah terkait dengan pengawasan rekrutmen tenaga kerja, kondisi kerja, perusahaan perikanan, agensi perekrutan, dan kapal.
Menanggapi hal ini, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengaku, perlunya kerja sama antar negara untuk mengatasi tindakan-tindakan kriminal yang terjadi di laut. Hal ini pula yang mendasari diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Mekanisme Sertifikasi Hak Asis Manusia pada Usaha Perikanan.
Peraturan ini diyakini bisa menciptakan mekanisme sertifikasi untuk memastikan Industri perikanan di Indonesia bebas dari peIanggaran HAM.
"Permen ini akan berlaku sebagai acuan bagaimana sertifikasi HAM dapat diterapkan oleh perusahaan perikanan, sehingga kegiatan usaha perikanan bebas dari pelanggaran HAM," ucapnya. (dna/dna)