Salah satunya mengenai 'America First' atau mengutamakan AS. Trump ingin mengembalikan kejayaan AS karena itu mendorong rakyatnya untuk membeli produk AS atau menutup pintu impor dari negara lain dan mempekerjakan lebih banyak warga AS ketimbang pendatang.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, masih ada kesempatan kepada negara-negara yang selama ini memiliki hubungan perdagangan dengan AS untuk menyesuaikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi saya usul kita enggak perlu overreaction, jangan berlebihan, harus terus berprasangka baik, kasih dia waktu, settling in, untuk bisa menyesuaikan diri," kata Thomas di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Thomas menyebutkan, kebijakan-kebijakan yang telah diucapkan Trump tentu memberikan dampak ke negara-negara lain, seperti Indonesia. Sebab, dengan kebijakan proteksi tersebut membuat perusahaan AS yang selama ini investasi di luar harus mengalihkan investasinya ke AS sendiri.
Oleh karena itu, Mantan Menteri Perdagangan ini memastikan pemerintah Indonesia tetap bekerja keras dengan membuat iklim investasi semenarik mungkin. Kedua, pemerintah juga harus rajin mengembangkan alternatif investasi dari negara atau perusahaan lain.
"Kalau memang perusahaan AS mengurangi investasi di luar negeri, ya mungkin kita juga musti kembangkan investasi dari Jepang, Korea, Eropa, dan Tiongkok," jelasnya.
Selama ini, sambung Thomas, investasi dari AS kualitasnya sangat tinggi terutama di sektor teknologi dan consumer product. Sehingga, secara tidak langsung Indonesia masih membutuhkan produk-produk dari AS.
"Maka dari itu kita harus kerja ekstra keras agar perusahaan AS tetap mau investasi meskipun mungkin akan ada tekanan dari administrasi Presiden Trump untuk mengalihkan investasi perusahaan-perusahaan mereka ke dalam negeri," ungkapnya.
Upaya selanjutnya yang akan dilakukan pemerintah dengan membuka kesempatan kepada negara-negara lain jika AS menarik investasinya dari Indonesia.
Akan tetapi, diprediksi bahwa kebijakan tersebut tidak akan diimplementasikan secara langsung. Sebab, kata Thomas, AS juga membutuhkan negara-negara berkembang sebagai sumber pertumbuhan perekonomiannya.
"Pertumbuhan ekonomi tertinggi itu ada di negara berkembang, jadi perusahaan mana saja apakah Eropa, AS, Korea, Tiongkok, kalau mau mencari pertumbuhan enggak punya pilihan selain ke negara berkembang, jadi kalau satu meninggalkan medan, banyak yang lain yang mau mengisi vakum yang tercipta," kata dia.
Lebih lanjut Thomas mengungkapkan, pasca kebijakan-kebijakan AS yang sudah diungkapkan Donald Trump, justru memberikan reaksi buruk dari masyarakat lokal AS.
"Proteksionis ini mengakibatkan reaksi buruk dari masyarakat lokal, jadi justru banyak perusahaan AS yang minta maaf-maaf ke kami jadi investasi itu pada dasarnya kemitraan, enggak perlu saling tunjuk jari, harus selalu cari solusi bersama, kalau saling menyalahkan malah tidak produktif," tandasnya. (ang/ang)