Begini Cara SilkAir Mencetak Pilot Kelas Dunia

Laporan dari Singapura

Begini Cara SilkAir Mencetak Pilot Kelas Dunia

Dana Aditiasari - detikFinance
Selasa, 07 Feb 2017 11:54 WIB
Foto: Dana Aditiasari/detikFinance
Singapura - SilkAir, maskapai penerbangan asal Singapura yang juga anak usaha Singapore Airlines, saat ini memilik sekitar 300 pilot yang melayani 52 rute penerbangan di 14 negara.

Untuk memastikan penerbangan yang dilakukan berjalan aman dan nyaman, keandalan pengemudi pesawat alias pilot, memegang peran utama.

"Kuncinya ada di pelatihan pilotnya sejak awal," kata Johanes Arianto, Pilot Special Duty Line Ops di SilkAir, di komplek fasilitas pelatihan penerbangan, SilkAir, Selatar, Singapura, Selasa (7/2/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SilkAir sendiri memiliki sejumlah fasilitas pelatihan pilot. detikFinance berkesampatan menyambangi salah satunya yang berlokasi di Selatar. Fasilitas di lokasi ini, khusus untuk pelatihan pengoperasian pesawat keluaran Air Bus.

Sayang, karena alasan keamanan, publikasi berupa foto tidak diperkenankan selama berada di dalam kawasan pelatihan ini.

Untuk pelatihan, SilkAir menjalankan program MPL (Multi Pilot Licences). Lewat program ini, calon pilot yang menjalani pelatihan lebih banyak dilatih menggunakan alat simuasi penerbangan.

"Program MPL itu sekitar 20 sesi simulator. Setiap sesi sekitar 2 jam. Pelatihannya, dalam satu minggu sekitar 2-3 sesi. Sebenarnya bisa saja dimaksimalkan. Tapi bisa enggak menerima informasi yang segitu banyak? Jadi biasanya diatur waktunya," sebut dia.

Saat ini, memang masih ada perdebatan apakah melatih pilot dengan alat simulasi lebih baik ketimbang pelatihan dengan pesawat latih terbang. Namun menurutnya, saat ini sudah banyak maskapai-maskapai besar internasional yang menjalankan program ini dengan hasil yang tak perlu diragukan lagi.

"Banyak maskapai kelas dunia yang juga sudah menerapkan ini. Contoh saja Emirates, sudah menjalankan program 3-4 tahun dan hasilnya cukup baik," tutur dia.

Memanfaatkan teknologi, alat simulator telah dilengkapi dengan banyak informasi yang memungkinkan pelatihan yang dilakukan sangat mendekati kondisi penerbangan sebenarnya.

"Memang ada yang bilang kalau latihan harus. Pakai pesawat kecil, terbang di pelosok, perintis, tapi sekarang teknologi itu kan sudah dilengkapi dengan informasi-informasi yang diperlukan. Jadi sudah cukup baik," jelas dia.

"Akurasi simulator dengan kondisi terbang asli. Bisa dibilang 99,99%. Karena fitur simulator sama dengan pesawat dan disertifikasi. Dan sertifikasinya berdasarkan seberapa akurat dengan kondisi nyata," tambah dia.

Sayangnya, tak banyak pusat-pusat pelatihan pilot dilengkapi dengan alat simulasi. Maklum saja, untuk mendatangkan alat ini saja, diperlukan biaya sekitar US$ 6-10 juta atau atau sekitar Rp 78-130 miliar per unitnya tergantung dengan kelengkapan teknologi yang disediakan.

Johanes kembali menambahkan, untuk menjadi pilot sesungguhnya, maka calon pilot juga harus menerbangkan pesawat sungguhan.

"Setelah sesi simulator semua selesai, baru bisa langsung menerbangkan pesawat dengan pendampingan pilot senior. Didampingi, sekitar 3 bulan bersama instruktur. Tiga bulan sekitar kurang 50 penerbangan. 1 flight itu 2 kali bolak balik. Misalnya Singapura-Bali dan sebaliknya," tandas dia. (dna/mca)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads