"Saya sebetulnya enggak suka bilang ini, tapi yang terjadi adalah kembali ke sektor yang membuat kita bikin kesalahan dulu, komoditas dengan coal, dan lain-lain," ujarnya saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Namun demikian, Ia tetap berharap pemerintah bisa mendorong adanya diversifikasi produk ekspor, agar jika suatu saat harga komoditas lemah, Indonesia tak bertumpu hanya pada satu sektor saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sektor lainnya yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini adalah sektor konsumsi. Hal ini sejalan dengan kebijakan anggaran belanja yang lebih efisien dengan menerapkan money follow program prioritas.
"Seperti makanan, konsumsi domestik masih cukup kuat. Kalau dilihat di mobil, motor atau vehicles itu growthnya di kuartal terakhir improve. Mungkin sektor konsumsi masih akan membaik," jelasnya.
Meski demikian, investasi diramal tak cukup kuat mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) era SBY ini mengatakan Bank Indonesia yang tak lagi punya ruang membuat investasi sulit digenjot.
"Saya enggak lihat bahwa (investasi) akan naik signifikan. Karena BI tidak punya ruang untuk nuruni bunga lagi, malah mungkin naikin. Ke dua, bahwa ekspansi credit growth mungkin akan seperti tahun lalu," tutur dia.
Untuk itu, guna meningkatkan daya beli masyarakat, yang selama ini jadi pendorong ekonomi, Chatib menyarankan agar pemerintah fokus pada program-program cash forward dan padat karya yang dapat memberikan kontribusi langsung pada rakyat.
"Kalau anda tanya, apa sih yang bisa generate demand? Jawaban saya adalah cash forward. Orang suruh kerja, bersihin kali, parit, 3 bulan dapat uang, pasti dia belanja. Kalau dia belanja, dia beli makanan, permintaan makanan naik, maka orang yang jualan makanan mesti punya income tambahan. Dia punya income tambahan, dia boleh beli motor dan lain-lain, ya ekonominya jalan," pungkasnya.
(mkj/mkj)











































