Langkah itu dilakukan pemerintah untuk menunjukkan, perbatasan merupakan beranda Negara yang harus ditata dengan baik, sekaligus sebagai upaya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara bertahap terus meningkatkan ketersediaan infrastruktur untuk mendukung konektivitas, ketahanan pangan dan air, serta perumahan permukiman di wilayah perbatasan negara itu. Bahkan, beberapa di antaranya menjadi prioritas nasional, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Balai Jalan Wilayah XVIII Papua dan Papua Barat, Osman Harianto Marbun, mengakui membangun Papua membutuhkan dana yang cukup besar, karena biaya membangun jalan di Papua perkilometernya tidak sama dengan biaya membangun jalan di wilayah Barat Indonesia.
Meski pemerintah pusat khususnya PUPR mengalokasikan dan 60% dari dana infrastruktur tahun ini, namun belum bisa menyelesaikan persoalan infrastruktur Papua saat ini.
"Meskipun 60 persen dana infrastruktur tahun ini (2017) dialokasikan ke Papua belum bisa mencapai target program, sehingga diproyeksikan jalan Trans Papua bisa tersambung pada tahun 2018," katanya, di sela-sela perjalanan menjajaki jalan Trans Papua di wilayah Perbatasan RI-PNG di Merauke, Sabtu (18/2/2017).
![]() |
Menjajal Jalan di Wilayah Batas Negara
Kementerian PUPR membuat tim ekspedisi untuk menjajal jalan Trans Papua. Tim melakukan perjalanan 3 hari menjajal jalan sepanjang perbatasan RI-PNG yang berangkat dari titik nol di depan Kantor Pos Kota Merauke.
Hari pertama (Jumat, 17 Pebruari 2017) Tim ekspedisi melakukan perjalanan dari Kota Merauke menuju Kumbe – Okaba- Kuraka – Wanam- Kalias dan kembali ke Kumbe dengan total panjang jalan 415 kilometer (km). Masih ada 13 jembatan yang belum terbangun.
Dengan menggunakan mobil double gardan jenis, rombongan yang dipimpin Direktur Pembangunan Jalan PUPR, Gani Ghozali, dan Kepala Balai Jalan Wilayah XVIII Papua dan Papua Barat, Orman H. Marbun, menjajal ruas jalan yang sudah beraspal tersebut.
![]() |
Ruas jalan wilayah Merauke itu merupakan jalan kawasan pertanian, di mana Merauke dikenal sebagai derah pengembangan lumbung padi nasional yaitu kawasan MIFE (Merauke Integitate Food Estate).
"Kita lihat di kawasan ini adalah persawahan cocok untuk pertanian padi sawah," ujar Osman Marbun.
Direktur Pembangunan Jalan PUPR, Gani Ghozali, menambahkan Merauke sudah sejak lama dicanangkan menjadi lumbung padi nasional di wilayah Timur Indonesia. Jadi pemerintah benar-benar membangun Papua adalah untuk kesejahteraan melalui pengembangan ekonomi.
"Jadi pembangunan Trans Papua bertujuan untuk pengembangan ekonomi dan pengembangan wilayah perbatasan negara, serta konektivitas antar daerah. Jalan Trans Papua ini akan terus dibangun sehingga seluruh daerah akan tersambung," ujar Gani Ghozali.
Hari kedua (Sabtu 18/2/2017) tim kembali menjajal jalan Trans Papua khususnya di wilayah Perbatasan RI-PNG. Tim berangkat pada Pukul 07.00 WIT, mulai dari Kota Merauke menuju Sota (titik nol) Negara Indonesia di wilayah Timur dengan jarak sekitar 40 km dari Kota Merauke.
Masih dengan menggunakan jenis kenderaan yang sama, terlebih dahulu menjajakan kaki di titik nol negara, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Tanah Merah kabupaten Boven Digoel (tempat pengasingan Presiden Soekarno kala itu). Jalan sepanjang 426 km ini ditempuh dengan waktu kurang lebih 10 jam (istirahat 5 kali), di samping karena ada jalan yang rusak sehingga antrr dengan kendaraan lain.
"Biasa Merauke – Tanah merah kami tempuh 8-9 jam dengan kecepatan rata-rata 70-80 per kilometer, kalau tidak ada kendala di jalan," ujar Surya supir yang membawa kami.
Tiba di Tanah Merah, tim melanjutkan perjalanan menuju Waropko. Namun karena hari sudah gelap, tim kembali ke Tanah Merah.
"Panjang jalan Merauke–Waropko 533 kilometer kemudian sampai kampung Ican 22 kilometer lagi, sehingga panjang jalan yang sudah diaspal dari Merauke menuju Oksibil kabupaten Pengunungan Bintang sudah 555 kilometer," ujar Osman Marbun.
"Jalan trans Papua dari Tanah Merah menuju Oksibil belum bisa tersambung karena masih banyak jembatan yang belum dibangun, di samping bentangan sungai cukup panjang. Ada bentangan 400 meter, ada 300 meter dan beberapa lagi di bawah bentangan 60 meter," tambahnya.
![]() |
Osman Marbun menambahkan, jalan Trans Papua di wilayah Perbatasan Negara RI-PNG berada di wilayah Jayapura – Keerom – Pengunungan Bintang – Boven Digoel sampai Merauke. Secara keseluruhan jalan ini sudah ditangani, namun jaraknya masih terlalu panjang.
Jalan Trans Papua juga menghubungkan antar kabupaten di pengunungan, yakni dari Wamena – Kenyam 228 km, Kenyam – Dekai 275 km, Dekai – Oksibil 179 km, dan Oksibil – Tanah Merah 669 km.
"Jadi masih cukup panjang, namun kita harapkan ruas jalan ini akan terbuka dan fungsional hingga tahun 2019," katanya.
Hari ketiga, tim menuju Perbatasan Skouw di Kota Jayapura. Setelah melakukan penerbangan dari Tanah Merah menuju Bandara Sentani selama 1 jam 30 Menit, tim ekspedisi tiba di Sentani langsung meninjau pembangunan jembatan Holte Kamp, kemudian melanjutkan perjalanan menuju perbatasan RI-PNG di Skouw dengan lama perjalanan sekitar 1 jam dengan mobil.
![]() |
Tim tiba di perbatasan lalu melakukan peninjauan terhadap bangunan kantor pelayanan satu atap petugas Perbatasan RI-PNG yang baru selesai dibangun akhir 2016 lalu.
Usai peninjauan di pintu gerbang Negara di bagian timur Indoensia itu, tim kemudian kembali ke tempat masing-masing. (wdl/wdl)