Kepala Divisi Regional Jawa Tengah Perum Bulog, Joni Nur Ashari, mengatakan anjloknya harga gabah terjadi karena kualitas gabah petani yang menurun akibat rebah atau batang padi merunduk sehingga harus dipanen dini, serta pengeringan yang kurang maksimal karena hujan yang turun terus hampir setiap hari.
"Memang harus ada pemahaman yang sama tentang harga jatuh. Inpres Nomor menetapkan GKP dengan maksimal kadar air 25 % dan hampa kotoran maksimal 10% harga Rp 3.750 di tingkat penggilingan," kata Jhoni kepada detikFinance, Selasa (21/2/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantaran kualitas gabahnya yang turun, Bulog tidak bisa membeli dengan harga sesuai HPP pemerintah. Melainkan dengan menggunakan harga rafaksi atau harga penyesuaian.
Menurut dia, langkah jangka panjang, pemerintah perlu membangun infrastruktur pengeringan besar-besaran. Selama ini sebagian besar penggilingan tidak memiliki mesin pengering, dan hanya mengandalkan lantai jemur yang bergantung pada sinar matahari.
"Langkah strategisnya harus bangun infrastruktur pasca panen besar-besaran di pedesaan sentra beras seperti KUD zaman dulu, tetapi dengan manajemen yang benar. Di situ ada lantai jemur, drying, dan gudang. Dibuat sistem seperti resi gudang, sehingga hasil petani bisa dolah dengan kualitas yang lebih baik," pungkas Jhoni.
Seperti diketahui, harga GKG di sejumlah sentra padi seperti di Jawa Tengah mengalami penurunan. Harga gabah petani per 13 Februari 2017 di Kabupaten Rembang tercatat hanya Rp 2.700/kg, Kabupaten Pati Rp 3.800/kg, Kabupaten Grobogan Rp 2.800/kg, Kabupaten Blora Rp 3.100, Kabupaten Jepara Rp 3.000, Kabupaten Sragen Rp 3.500/kg, dan Kabupaten Demak Rp 2.900/kg. (idr/wdl)











































