Hal tersebut diungkapkan Direktur Marketing PT Mandiri Manajemen Investasi Endang Astharanti usai acara Unlocking Opportunities in The Daring Market di Jakarta, Selasa (7/3/2017).
"Sampai saat ini dana yang masuk melalui kami langsung itu kalau sampai akhir Desember itu Rp 500 miliar tapi sampai akhir Februari 2017 sekitar Rp 700 miliar," kata Astharanti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wanita yang kerap disapa Asti ini menyebutkan, Mandiri Manajemen Investasi menjadi bagian dari 18 manajer investasi. Adapun, dari total dana repatriasi yang sudah ditampungnya akan langsung ditawarkan berbagai macam produk Mandiri Manajamen Investasi.
Lanjut Asty, penawaran bagi peseta tax amnesty yang menggunakan fasilitas Mandiri Investasi akan ditawarkan 2 produk, yang pertama produk investasi langsung, seperti reksa dana publik dan yang kedua adalah Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).
"Nah sampai saat ini ada 2 hal yang bisa kita berikan untuk nasabah yang ikut tax amnesty, pertama produk-produk reksa dana yang ditawarkan secara publik maupun yang eksisting, tapi di luar itu kedua memberikan juga layanan berupa produk KPD jadi 2 hal itu yang bisa kita berikan," kata Asti
Menurut Asti, produk-produk Mandiri Manajemen Investasi juga akan ditawarkan kepada peserta tax amnesty yang menggunakan fasilitas dari PT Bank Mandiri.
"Jadi dua channel baik langsung maupun tidak langsung," tambahnya.
Asti mengungkapkan, capaian dana repatriasi yang ditampung Mandiri Manajemen Investasi masih kurang dari angka yang ditargetkan, yakni Rp 1 triliun sampai dengan 31 Maret 2017.
"Tapi sepengetahuan kami, kalau dana repatriasi yang masuk langsung melalui MI (manajer investasi) secara size kami yang paling tinggi, compare dengan yang lain di luar dari perbankan," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Mandiri Manajemen Investasi Muhammad Hanif mengatakan, masih ada beberapa kendala yang sekaligus menjadi tantangan bagi MI dalam menampung dana repatriasi program tax amnesty.
Hanif menyebutkan, kendala yang terjadi di lapangan adalah seperti terbatasnya instrumen investasi dalam valuta dolar.
"Lalu berikutnya ada juga yang siap investasi di infrastruktur tapi dalam kesiapannya proyek infrastruktur itu belum siap, padahal mereka sudah agresif, jadi itu beberapa kejadian di lapangan," tandasnya. (mkj/mkj)