Lewat IORA, Ekspor Makanan Minuman Bakal Lewati Target

Lewat IORA, Ekspor Makanan Minuman Bakal Lewati Target

Wahyu Daniel - detikFinance
Jumat, 10 Mar 2017 17:21 WIB
Foto: Hary Lukita/detikcom
Jakarta - Industri Makanan dan Minuman (mamin) dinilai menjadi industri yang paling diuntungkan dari pembukaan pasar baru di kawasan Asia-Afrika pasca KTT Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA) di Jakarta baru-baru ini.

Permintaan yang meningkat seiring dengan banyaknya perjanjian dagang baru dengan negara anggota IORA, diyakini Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bakal mendongkrak pertumbuhan ekspor industri mamin tahun ini.

Ketua Komite Tetap Industri Makanan dan Protein Kadin Indonesia, Thomas Darmawan, menuturkan kawasan IORA yang dihuni sekitar 2,7 miliar penduduk, secara alamiah membutuhkan pasokan makanan yang besar. Apalagi dengan pertumbuhan ekonomi kawasan IORA yang semakin meningkat, variasi permintaan akan makanan termasuk makanan olahan akan meningkat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau di IORA, saya lihat potensi ekspornya akan naik dari tahun ke tahun. Kementerian Perdagangan punya target sendiri pertumbuhan ekspor mamin kita antara 7 sampai 8 persen. Saya pikir makanan untuk makanan bisalah di atas 8 persen tahun ini," tutur Thomas dalam keterangannya, Jumat (10/3/2017).

Menurutnya, selain India yang memiliki jumlah penduduk sangat besar dapat menjadi pasar yang potensial untuk ekspor mamin, Afrika Selatan pun dapat dibidik dalam lingkup kerja sama IORA. "Afrika Selatan bisa menjadi pintu masuk ke kawasan Afrika lainnya. Sedangkan Asia Selatan bisa dimanfaatkan untuk masuk ke negara Rusia Tengah, seperti Belarus, Kazakhstan," ucapnya.

Ekspor makanan olahan, lanjut, Thomas bisa menjadi prioritas mengingat jarak negara-negara yang memerlukan ongkos transportasi yang tidak sedikit. "Kalau segar kan cold storage harus siap, yang paling bisa kita lakukan ialah buah-buahan atau ikan. Tapi ke depan ekspor itu sudah dalam bentuk olahan, bukan bentuk barang mentah, dari zaman sebelum merdeka, kita kan sudah jual rempah-rempah ke Belanda," lanjutnya.

Sumbangan nilai ekspor produk makanan dan minuman termasuk minyak kelapa sawit pada tahun 2016 mencapai US$ 26,39 miliar. Sementara itu, impor produk mamin pada periode yang sama sebesar US$ 9,64 miliar. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) sebelumnya menargetkan ekspor produk mamin olahan nasional tahun ini tumbuh 16% menjadi US$7 miliar, dari realisasi tahun lalu sebesar US$ 6 miliar.

Dengan pertumbuhan sebesar itu, industri mamin diprediksi bakal menjadi motor pertumbuhan ekspor non migas tahun ini yang dipatok sebesar 5,6%. Saat ini, kontribusi produk mamin terhadap ekspor non migas mencapai 35%.

Mendag Enggartiasto Lukita menuturkan, saat ini permintaan atas produk barang konsumsi dan makanan dan minuman paling besar berasal dari negara-negara Afrika. Beberapa perusahaan Indonesia yang sudah berekspansi di Benua Afrika di antaranya adalah Mayora dan Indofood. "Banyak perusahaan yang sudah bangun pabrik di sana. Jadi bukan apa yang kita mau tetapi apa yang mereka butuhkan," ujarnya.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Arlinda, mengungkapkan secara umum neraca perdagangan Indonesia dengan 21 negara yang termasuk dalam organisasi internasional IORA menunjukkan tren yang membaik. Selama tiga tahun berturut-turut yaitu 2012, 2013, maupun 2014, Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 4,25 miliar (2012), US$ 4,99 miliar (2013), dan US$ 1,53 miliar (2014).

"Bahkan pada tahun 2015 dan 2016, Indonesia berhasil merealisasikan neraca perdagangan yang bernilai surplus. Seperti pada 2015 yang nilainya mencapai US$ 2,48 miliar, dan sebesar US$1,45 miliar di 2016," kata Arlinda.

Ia menambahkan, potensi pasar produk makanan dan minuman di negara-negara kawasan IORA diperkirakan potensinya mencapai US$ 28,5 miliar. Meski begitu, menurutnya saat ini share ekspor produk makanan dan minuman asal Indonesia ke negara-negara IORA masih senilai US$ 1,39 miliar atau hanya sebesar 4,89% dari potensi yang ada. "Dengan begitu, kami melihat masih terbuka peluang yang cukup besar untuk pertumbuhan ekspor nasional di negara-negara anggota IORA," ucapnya.

Arlinda juga mengatakan, walau kondisi perekonomian dunia dalam beberapa tahun belakangan mengalami penurunan, namun pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan berusaha optimistis menatap potensi pasar ekspor di kawasan negara-negara yang tergabung dalam IORA. Ia menyebut, secara umum target pertumbuhan ekspor nasional pada tahun ini diharapkan dapat tumbuh sebesar 5,63% atau mampu mencapai nilai US$ 138,7 miliar.

Secara khusus, ia menambahkan kontribusi pertumbuhan ekspor dari produk makanan dan minuman untuk mendukung pencapaian target ekspor tersebut diharapkan akan dapat tumbuh sebesar 8%. Kemendag menurut Arlinda, akan menjadikan sejumlah negara sebagai target pasar baru dari ekspor produk makanan dan minuman, seperti India, Belgia, Rusia, Itali, Nigeria, Srilanka, Pakistan, Spanyol, Mesir, dan New Zealand. Negara-negara tersebut merupakan pasar yang cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.

Guna mendorong pembukaan pasar ekspor baru, pemerintah Indonesia akan selalu memulai dengan dengan pendekatan people-to-people relationship yang diikuti dengan diplomasi ekonomi. Menurutnya, kantor perwakilan Indonesia di seluruh dunia akan diberdayakan seoptimal mungkin untuk mendekatkan masyarakat lokal untuk mengenal kebudayaan Indonesia dan selanjutnya mengetahui produk-produk unggulan yang bernilai tambah yang dihasilkan di Indonesia khususnya produk-produk makanan dan minuman.

Direktur Kerjasama APEC dan Organisasi Internasional, Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag, Deny Kurnia, menambahkan kawasan IORA dapat menjadi pasar bagi produk-produk halal asal Indonesia. Menurut Deny, permintaan produk makanan halal di dunia akan mengalami pertumbuhan sebesar 6,9% dalam enam tahun ke depan, yaitu dari sebelumnya US$ 1,1 trilliun di 2013 menjadi US$ 1,6 triliun pada 2018.

Deny mengatakan, produsen makanan dan minuman nasional saat ini juga tengah membidik pasar ekspor baru seperti Timur Tengah dan Afrika. Untuk itu, kata dia, dibutuhkan adanya inovasi produk sehingga bisa memenuhi kebutuhan negara tujuan ekspor tersebut. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads