Penjabaran dari pernyataan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukito, bahwa untuk mendongkrak volume perdagangan, Afrika adalah pasar baru Indonesia, menguntungkan pula bagi pasar alutsista.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafidz, menilai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Indian Ocean Rim Asosiation (IORA) yang baru saja digelar di Indonesia menjadi peluang yang bisa dimanfaatkan. Apalagi isu kemanan maritim menjadi salah satu faktor terbentuknya perkumpulan negara-negara di kawasan Samudera Hinda ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Komisi I DPR, Syaifulllah Tamliha, menambahkan untuk mendapatkan pasar alutsita di internasional, produsen alutsista nasional seperti PT Dirgantara Indonesia perlu didorong menjadi industri strategis. Hal tersebut bakal mendorong produksi peralatan alutsista Indonesia menjadi lebih baik. "Kalau kita melakukan produksi secara terus menerus, ini akan menjadikan market yang jelas untuk negara-negara di IORA," tuturnya.
Sementara itu, PT PAL Indonesia (Persero), perusahaan yang bergerak di bidang industri galangan kapal menargetkan tahun 2018 bisa menciptakan kontrak pembuatan kapal dengan negara-negara anggota IORA. Komunikasi intensif telah dilakukan saat ini dengan sejumlah negara anggota IORA.
Dijelaskannya, pada umumnya kontrak pembuatan yang ditangani PT PAL merupakan hasil negosiasi atau pembahasan secara mendalam sejak dua tahun sebelumnya. Namun dirinya makin optimistis, pasca KTT IORA, kontrak dengan sejumlah negara-negara lingkar Samudra Hindia akan tercipta setahun lebih awal.
"Pembicaraan yang kita mulai saat ini biasanya akan membutuhkan waktu satu atau dua tahun sampai menjadi kontrak. Artinya, kontrak yang kita dapat sekarang merupakan hasil dari penetrasi pasar yang kita mulai satu atau dua tahun lalu. Tapi mudah-mudahan tahun depan sudah ada yang closing (kontrak)," ujarnya.
Optimismenya tersebut beralasan. Menurutnya anggota IORA mayoritas merupakan negara-negara pesisir yang memiliki pantai. Apalagi sebagian anggota IORA merupakan negara berkembang. "Bagi PT PAL, jelas ini merupakan pasar. Apalagi PAL orientasinya kalau ekspor bisa ya ekspor. Melakukan penjualan internasional dengan posisi IORA sepeti itu akan lebih mungkin terjadi," tuturnya.
Iman menceritakan PT PAL saat ini telah mengajukan penawaran penjualan ke Mozambik. "Kemudian dengan Senegal dan Madagaskar tengah membangun komunikasi. Kemarin waktu KTT IORA, ada Menteri kelautan datang dan banyak bertanya, dari negara Tanzania," kata Iman.
Untuk mendongkrak volume perdagangan, Mendag Enggar menuturkan, Indonesia saat ini tengah membidik Afrika menjadi pasar baru. Sebagai tahap awal, Indonesia harus melakukan studi bersama atau joint study dengan negara di Afrika yang akan menjadi partner perdagangan. Baru kemudian, Indonesia dan negara tersebut bisa sampai level preferential trade agreement (PTA) atau bahkan free trade agreement (FTA). "Namun dengan beberapa negara (Afrika), kemungkinan mereka mau untuk langsung melompat," ucapnya.
Direktur Kerjasama APEC dan Organisasi Internasional, Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag, Deny Kurnia, menambahkan khusus untuk pasar alutsista pemerintah melalui PT Pindad (Persero), saat ini juga sedang menggarap potensi ekspor alutsista ke wilayah Timur Tengah dengan nilai US$ 300 juta dalam dua tahun ke depan. Selain itu, ia menyebut, saat ini juga tengah dijajaki kemungkinan investasi pembuatan pabrik senjata di negara Timur Tengah dengan izin atau lisensi dari Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, menuturkan sejumlah kerja sama kemiliteran pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi juga terjadi seiring dengan kunjungan Raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud ke Indonesia baru-baru ini. "Ada kerja sama tukar-menukar pimpinan (militer), kemudian pendidikan (militer). Kemudian kita tawarkan untuk pembelian senjata dan panser-panser kita. Beliau sudah merespons," serunya.
Sejauh ini, PT PAL Indonesia (Persero) sudah berhasil mengekspor kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) ke Filipina. Kapal 'BRP TARLAC (LD-601)' tersebut pesanan dari The Departement of National Defence Armed Forces of The Philippines.
Perusahaan pelat merah yang bermarkas di Surabaya ini juga tengah menyelesaikan pesanan lagi dari Kementerian Pertahanan Filipina, berupa kapal perang sebanyak 2 unit kapal berjenis Strategic Sealift Vessel (SSV). Kapal kedua yang dipesan akan dikirim Maret 2017 ini.
BUMN lainnya, PT Pindad (Persero) sejak beberapa waktu lalu sudah mengekspor peralatan tempur, seperti senjata SS1, Panser Anoa, dan alutsista lainnya. Sedangkan PT Dirgantara Indonesia (Persero) dikabarkan juga tercatat berhasil menjual 2 unit pesawat baling-baling tipe NC212i kepada militer Filipina di 2013 lalu.
Pada September 2014, PTDI berhasil menjadi pemenang pengadaan pesawat untuk Thailand. PTDI menjual burung besi buatan Bandung tipe CN235-200 M senilai US$ 31,2 juta. BUMN ini juga menjadi pemasok komponen-komponen untuk produsen pesawat dunia, Airbus dan Boeing. Tipe pesawat yang komponennya dibikin oleh PTDI, antara lain: A380, A320, A330, A350, hingga Boeing 747.
PTDI juga tercatat telah mengekspor 40 unit pesawat baling-baling tipe CN235 dan NC212 ke beberapa negara di 2015 lalu. Di tahun ini, PTDI juga akan mengekspor 11 pesawat ke sejumlah negara di Afrika dan Asia Tenggara dengan jenis CN235 dan NC212. (wdl/wdl)