Hingga 2030, Biaya Pembangunan Infrastruktur Asia Capai US$ 26 T

Hingga 2030, Biaya Pembangunan Infrastruktur Asia Capai US$ 26 T

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Selasa, 21 Mar 2017 11:34 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Pembangunan infrastruktur yang masif tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara regional Asia juga giat melakukan pembangunan infrastruktur di berbagai sektor.

Jika dihitung secara keseluruhan, kebutuhan biaya untuk pembangunan infrastruktur di Asia sepanjang 2016-2030 sebesar US$ 26 triliun. Angka tersebut turut memperhitungkan pertumbuhan ekonomi, pemberantasan kemiskinan, dan ancaman perubahan iklim yang tengah terjadi.

"Kawasan Asia yang sedang berkembang perlu investasi sebesar US$ 26 triliun selama 2016-2030 atau US$ 1,7 triliun per tahun. Hal ini diperlukan jika ingin mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi, memberantas kemiskinan, dan merespons perubahan iklim," kata Sekretaris Jenderal Kemenko Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo dalam acara Meeting Asia's Infrastructure Needs di Ballroom Grand Hyatt Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, jika tidak memperhitungkan biaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim hanya diperlukan US$ 22,6 triliun atau setara US$ 1,5 triliun per tahunnya.

Lukita merinci, dari perkiraan biaya investasi infrastruktur US$ 26 triliun hingga 2030, US$ 14,7 triliun di antaranya diperlukan untuk investasi di sektor ketenagalistrikan dan US$ 8,4 triliun untuk pembangunan transportasi. Sedangkan investasi untuk sektor telekomunikasi dibutuhkan US$ 2,3 triliun dan ditambah dengan kebutuhan sektor sanitasi sebesar US$ 800 miliar.

"Dari kebutuhan total yang sudah disesuaikan untuk iklim selama 2016-2030, diperlukan US$ 14,7 triliun untuk investasi di sektor listrik, US$ 8,4 triliun untuk sektor transportasi," ujar Lukita.

Perkiraan kebutuhan investasi infrastruktur di Asia US$ 1,7 triliun per tahun meningkat dua kali lipat dibandingkan perkiraan Asian Development Bank (ADB) di tahun 2009 yang hanya sebesar US$ 750 miliar. Adanya ancaman perubahan iklim ikut menyumbang kenaikan perkiraan kebutuhan investasi infrastruktur di Asia hingga 2030 mendatang.

"Dimasukannya investasi yang berkaitan dengan iklim adalah faktor utama penyumbang kenaikan tersebut," tutur Lukita.

Lukita menambahkan, kesenjangan investasi infrastruktur atau perbedaan antara kebutuhan investasi dan tingkat investasi saat ini setara dengan 2,4% dari proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) dari 2016-2020.

Pemerintah Dorong Peran Swasta Bangun Infrastruktur di RI

Pembangunan infrastruktur di Indonesia seolah tidak ada habisnya. Pembangunan infrastruktur di berbagai sektor terus dikebut setiap harinya.

Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur tidak melulu mengandalkan peran dari Anggaran Penerimaan dan Pendapatan Negara (APBN). Peran swasta dalam pembangunan infrastruktur pun digalakkan melalui skema Public Private Partnership (PPP) dan Pembiayaan Investasi Non Anggaran (PINA).

"Kita dorong private sector untuk bangun infrastruktur. PPP sudah bisa kita lakukan di Palapa Ring, (proyek) listrik, dan jalan tol," jelas Sekretaris Jenderal Kemenko Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo dalam acara Meeting Asia Infrastructure Needs di Grand Hyatt Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2017).

Di sisi lain, pemerintah pun melonggarkan porsi subsidi ke sektor yang lebih produktif. Salah satunya untuk pembangunan infrastruktur yang manfaatnya bisa dirasakan oleh lebih banyak orang.

"Kebutuhan infrastruktur bukan hanya bicara soal angka, tapi upaya. Pemerintah sendiri sudah merelokasi subsidi BBM mayoritas lari ke infrastruktur," kata Lukita.

Selain itu, pemerintah juga membentuk beberapa lembaga untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia seperti PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (PPI), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (SMI), dan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

Tidak hanya itu, dari sisi pembiayaan pembangunan infrastruktur, pemerintah juga memperkenalkan model dukungan kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF).

"Dari skema kita punya VGF, dari sisi institusi ada KPPIP. Jadi kalau ada permasalahan soal infrastruktur memang bisa selesaikan isu-isu dalam pembangunan infrastruktur," tutup Lukita. (ang/ang)

Hide Ads