Termasuk rencana holdingisasi yang rencananya segera dibentuk tahun ini. Isu ini menjadi salah satu hal yang dibahas secara intens oleh para anggota DPR.
Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka menyoroti dikeluarkannya PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perseroan Terbatas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemilihan kata Pemerintah Pusat dikhawatirkan dapat menjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan di kemudian hari karena merujuk kepada Presiden. Sementara Presiden tidak mungkin mengambil keputusan dalam hal-hal teknis seperti di atas.
"Kami minta PP ini dicabut. Jangan lagi ada PP-PP yang jadi jebakan bagi Presiden RI. Ini mengkhawatirkan dan bisa menjadi preseden yang buruk di kemudian hari," katanya dalam rapat di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (23/3/2017).
Hal yang sama diungkapkan oleh Anggota Komisi VI lainnya Darmadi Darianto. Dengan tidak adanya mekanisme APBN, DPR mengkhawatirkan negara bisa melepaskan kepemilikan saham perusahaan tanpa persetujuan DPR, sehingga harus kembali didudukkan agar bisa direvisi.
Setelah melalui diskusi yang cukup pelik, akhirnya Komisi VI DPR memutuskan untuk membahas lebih lanjut mengenai PP tersebut.
"Pada hari ini belum menyepakati substansi dari Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas dan akan dibahas lebih lanjut," ujar Wakil Komisi VI Azam Azman Natawijana menutup rapat setelah disetujui oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani mewakili pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN. (dna/dna)











































