Menteri KKP, Susi Pudjiastusi, mengatakan konferensi ini merupakan bentuk kerja sama dengan dunia internasional, untuk bisa melindungi hak asasi manusia di sektor perikanan dan kelautan.
"Kenapa kita anggap ini sangat penting, karena apa yang terjadi di Benjina, dengan budak-budak yang kerja di kapal dari Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, itu sebetulnya juga terjadi pada ABK Indonesia yang bekerja di luar negeri," kata Susi di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (27/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin, kalau kita membebaskan di China itu 1.000 orang, ABK Indonesia yang ada di luar negeri itu banyak sekali, ratusan ribu. Jadi kita ingin apa yang kita lakukan ini di-compliance dan diakui dan dilegimitasi oleh dunia," kata Susi.
Foto: Fadhly Fauzi Rachman |
Ia mencontohkan, ada ABK asal Indonesia yang berada di Hawaii, yang tidak bisa berlabuh di daratan, karena tidak memiliki dokumen yang resmi.
"Kalian juga mungkin pernah dengar, Pak JK, Pak Wapres, di Hawaii pernah bertemu ABK Indonesia yang enggak bisa mendarat karena enggak punya dokumen, itu kan berarti dia menjadi korban perdagangan. Hal-hal seperti ini jangan sampai kita tahu saat baru ada tenggelam, atau mati," kata Susi.
"Jadi awarness yang awalnya dari pada kemanusiaan hak-hak seseorang ini penting di industri perikanan, karena sangat rawan terhadap perdagangan dan perbudakan manusia," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, mengatakan pelanggaran HAM dan eksploitasi di industri kelautan dan perikanan memang rawan terjadi.
"Trafficking yang ada di sektor perikanan dan kelautan, merupakan dua fenomena yang sampai hari ini terus terang masih menjadi problem. Di mana ABK-ABK kita bekerja dengan kondisi yang buruk, jam kerja tidak standar, dan upahnya rendah. Intinya kalau kita menggunakan standar ketenagakerjaan banyak yang tidak sesuai," kata Hanif.
Foto: Fadhly Fauzi Rachman |
Oleh sebab itu Hanif mengatakan, kerja sama antar lembaga dan kementerian menjadi sangat penting dilakukan untuk bisa menghadapi persoalan ini secara bersama-sama.
"Contohnya, pengawasan ketenagakerjaan di sektor KKP, itu kalau seluruh undang-undang dan regulasi yang ada, pengawasan ketenagakerjaan itu kan di bawah kita, tapi kan kita kapal enggak punya, sehingga bagaimana pengawasan tenaga kerja yang juga dimiliki Pemda bisa dipenuhi label standar, dengan kerja sama dengan KKP, Perhubungan, atau yang lainnya, ini akan mempermudah. Jadi misalnya pengawas ketenagakerjaan numpang kapalnya Ibu Susi dan kita mengecek label standarnya," tuturnya. (wdl/wdl)












































Foto: Fadhly Fauzi Rachman
Foto: Fadhly Fauzi Rachman