Bahkan, kata Enggar, dia akan mengantar anak buahnya ke penjara jika terbukti korupsi maupun terima suap.
"Kalau Anda main-main, izinkan saya sendiri untuk mengantarkan Anda ke penjara," ujar Enggar saat diskusi'Membangun Budaya Anti Korupsi' di Kementerian Perdangan (Kemendag), Jakarta, Senin (3/4/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, Enggar menjamin akan pasang badan jika ada anak buahnya yang tidak korupsi atau terima suap, namun dikriminalisasi.
"Saya sampaikan, kalau untuk negara tanpa imbalan apapun, saya tanggung jawab. Saya lindungi, kita tidak ada rencana upaya kriminalisasi dan mencari-cari. Tanpa dicari sudah banyak yang ditangkap," tandas Enggar.
Enggar menambahkan, saat ini banyak perubahan di kementerian yang dipimpinnya itu. Apalagi sebagian besar perizinan sudah berbasis online, termasuk dalam hal pengadaan barang dan jasa.
"Saya sudah mulai benar-benar merasakan bahwa mayoritas mereka mempunyai komitmen untuk berbuat bagi bangsa dan negara tanpa ada unsur ketakutan. Jangan ada sampai transaksi lagi," kata Enggar
Korupsi sejak perencanaan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif, mengatakan potensi korupsi sejak dimulai perencanaan.
"Biasanya hampir di dunia korupsi itu datang saat planning, baru implementasi, bahkan saat audit dan supervisi. Dari kasus-kasus yang ditangani KPK, khususnya pengadaan barang dan jasa, mulainya (korupsi) dari planning atau di perencanaan," terang Laode
"Sudah dimulai korupsi saat planning. Ada komunikasi kementerian dengan DPR, jadi ada planning buat kebaikan, dan satunya lagi buat planning dirinya sendiri. Saya yakin tak hanya di Kemendag, bukan spesifik Kemendag, karena ini di semua bidang," ucapnya lagi.
Ambil untung untuk kepentingan pribadi saat perencanaan, jelas Laode, lumrahnya dengan metode penggelembungan harga item barang dan jasa.
"Ketika sudah dikerjakan ada harganya ternyata hanya Rp 50.000, tapi saat planning harganya Rp 100.000. Bahkan sudah ada yang diijon meski masih dalam planning, karena belum dikerjakan saja dia sudah dapat (untung dari korupsi)," jelas Laode.
Selain itu, Laode ini menuturkan, selama ini KPK jarang mendapatkan laporan atau pengaduan praktik korupsi yang datang dari pengawas keuangan, dalam hal ini inspektorat kementerian/lembaga atau Pemda.
"Sampai hari ini dari 7.000-an laporan korupsi yang masuk setiap tahun, jarang dari inspektorat jenderal baik dari kabupaten, provinsi, atau kementerian. Makanya kadang dapat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) laporan keuangannya tapi kemudian ditemukan korupsi," ungkap Laode. (idr/hns)











































